KAWAN DALAM CURHAT GRACE


“Lelaki sejati tidak mencari disisi mana hidup lebih baik, tapi disisi mana terhampar kewajiban.” (Jose Marti)

Waktu ketemuan magrib magrib di Rektorat, Grace (yang sekarang rambutnya dipotong lurus diatas bahu kaya Geum Jandi) bilang sama saya, kalau kawan widyatama itu mirip kumpulan kecil anak anak yang jadi bahan tertawaan orang dewasa (kata lain dari penguasa) karena mereka dianggap bego. seperti halnya anak anak, Kawan Widyatama selalu telanjang, apa adanya, blak blakan dan tanpa kompromi. Hal ini berlawanan dengan sikap mayoritas orang dewasa yang penuh kepura puraan dan kebohongan, dan karena hal itu mereka menertawakan ‘kekonyolan’ kawan.

Sebelum lebih jauh bercerita, Grace membahas satu satu siapa saja yang ada dalam struktur kawan widyatama (saya harap anda merahasiakan hal ini baik baik lantaran orang dewasa suka menguping dan memasukan nama orang seenak perut mereka dalam lista negra, daftar hitam). Kata Grace, Kalau menggunakan metafora Geriliawan klasik Amerika latin, yang menjadi Comandante generale sekaligus pemimpin utamanya adalah mahasiswa bernama Dhiora Bintang. Seorang pria perantauan dari udik. Secara matematis memang paling cocok menjadi Comandante Generale karena bertipikal pendombrak dan memiliki wawasan politik paling luas. Tulisan tulisannya yang terlampau nekat iapun sering dapat masalah, seperti dimaki maki difacebook, ditodong di jalan, sampai mau dikeroyok oleh lebih dari lima belas orang dewasa. Dibawah Dhiora terdapat seorang subcomandante, ia militan, bisa bekerja efektif dalam komunikasi, paling muda, polos, punya minat besar dalam belajar bermana subcomandante Tyo Joe. Disebelah Tyo, sedikit beda karakternya, terdapat pula pria yang suka ngaku ngaku paling ganteng seuniversitas, ngerasa lucu dan imut imut, sedikit narsis, agak lebay, suka ketawa keras keras kaya orang bego hingga banyak mahasiswi kena disentri, mual mual dan datang bulan lebih cepat dari biasanya (tapi sejujurnya mereka juga suka walau nggak mau ngaku). Ialah companeero bernama Suguh kurniawan. Kata Grace mereka ada dalam daftar hitam mengingat aktifitas mereka yang bikin orang dewasa ‘nggak kuku’. Kemudian bersama Kawan Widyatama berjalan beriringan, dalam strata yang setara, dimana Kawan banyak belajar banyak dari mereka adalah para anggota, segenap buruh tani, mahasiswa dan rakyat miskin kota yang termarjinalkan oleh sistem birokrasi yang terkenal telmi dan lemot menyerap aspirasi masa.

Kembali lagi ke cerita Grace, kata Grace walau jadi bahan tertawaan, kawan widyatama bersikap seperti anak anak bego yang masa bodo, mereka terus melakukan apa yang mereka mau lakukan. Tanpa harus ada didalam sistem, kawan dapat bergerak lebih efektif. Dari luar pintu kekuasaan, Kawan dapat melihat segalanya dengan jujur dan terbuka. Borok borok birokrat yang oportunis, aktifis aktifis penjilat dan tukang cari muka, pemimpin pemimpin bermental inlander secara terang benderang ada didepan mata. Dari luar pintu kekuasaan kawan dapat melihat segalanya dalam prespektif lebih luas. kemiskinan, ketidakadilan, penindasan, pemarjinalan, dan banyak hal dilakukan oleh mayoritas pada minoritas, oleh besar pada kecil, oleh kaya pada miskin, oleh kuasa pada tak berdaya, hingga membuat kawan berbisik diantara mereka, “ada yang tidak beres dan kita harus melakukan sesuatu”

Grace melanjutkan dengan menyitir ungkapan Jose Marti, “Lelaki sejati tidak mencari disisi mana hidup lebih baik, tapi disisi mana terhampar kewajiban.” Karenanya kata garce kawan bergerak sesuai kompetensi mereka. hal paling utama merubah pola pikir mahasiswa yang makin autis terhadap persoalan persoalan sosial. Untuk mewujudkan cita cita ini membutuhkan waktu sangat panjang dan itu tantangan bagi generasi setelah Kawan. Diskusipun digalakan, buletin disebarkan, ajakan agar mahasiswa isyaf secara sosial dilakukan. Hal ini tidak berarti kawan lebih tahu (atau ingin sok tahu) tapi menghendaki perubahan simultan yang terstruktur. Selanjutnya kata garce tugas Kawan adalah menghantam sistem yang bobrok. Melalui corong radio, kolom media cetak, dan buletin independen krikit dilancarkan, borok birokrasi ditelanjangi, kebohongan diungkap, fakta disampaikan. ketika kawan melakukan tugas tugasnya, orang dewasa makin keras tertawa (bahkan kini terbahak bahak). Saking gelinya, Mereka sampai meneteskan air mata melihat kawan yang minoritas berontak melawan mayoritas. Suatu hal yang tidak masuk akal (kata ganti dari gila). Dalam pandangan mereka Bagaimana mungkin suatu tatanan birokrasi (yang dikuasai rayap) dapat ditumbangkan oleh Kawan yang berjumlah kecil? Retorika pantun lawas berbunyi, “menepuk dalam tempayan, menyulam sarang laba laba, mengayak tepung tak guna”

Tapi kata Grace lagi, kawan terus bergerak, mereka makin solid dan bersatu. Bagi kawan yang penting bukan soal menang kalah (aktifisme bukanlah pertarungan Gladiator) tapi soal sejauh mana seorang intelektual berjuang mewujudkan cita citanya. Batas maksimal macam apa dan akan diletakan dimana tapal batas pertarungan ideologi bila kelak perang berakhir. Karenanya, ketika orang dewasa berbohong Kawan Jujur, Ketika orang dewasa merusak kawan memperbaiki, ketika orang dewasa apatis kawan dinamis, ketika orang dewasa diam kawan bergerak, ketika orang dewasa menindas kawan membela, ketika orang dewasa lengah Kawan waspada, ketika orang dewasa takut kawan berani, ketika orang dewasa melacurkan dirinya pada materi, kawan tak punya apa apa (lebih tepat disebut bokek). Karenanya pula setelah melakukan perjuangan, kawan balik menertawakan orang orang dewasa itu. Bagi kawan, mereka tampak blo’on. lantaran kata tidak sesuai dengan perbuatan, janji tidak ditepati, bersikap sok bersih padahal opotunis, betingkah sok berwibawa padahal ‘cabul’. Inilah parade yang lebih lucu dari badut sirkus. lantaran badut badut sirkus memakai maskara sebatas pertunjukan, sementara orang dewasa memakainya kemanapun dengan sebuah tulisan konyol dikening mereka yang berbunyi, ‘Kami tukang tipu’. Kawan tertawa keras keras (bahkan sampai berguling guling) melihat semua itu.

kata grace, Kawan tak pernah takut bergerak sebab yang mereka hadapi adalah pandir pandir yang kalau menggunakan metafora teknologi, berfikir lemot dengan kecepatan kilo byte sementara kawan sudah berpikir taktis dengan kecepatan giga byte. Kata grace, baik kawan atau orang orang dewasa (sekali lagi : kata lain untuk penguasa) sama sama ketawa. Cuma bedanya tawa kawan adalah tawa lepas sementara tawa orang dewasa adalah tawa yang dipaksakan, tawa kawan adalah respon atas tingkah konyol orang dewasa , sementara orang dewasa tertawa pada diri mereka sendiri. Tawa kawan membuat mereka naik kepuncak karena dibarengi perjuangan, tawa orang dewasa membuat mereka tersungkur kelubang kuburan karena oportunis. Itulah bedanya, kata grace menguatkan. Meski dianggap bego seperti anak anak, kawan tak ambil pusing lantaran yang bilang mereka begitu ternyata bego betulan.

Grace mengakhiri ceritanya dengan menarik nafas panjang. Saya yang dari tadi bengong ngeliat dia cerita, kaya bangun dari tidur panjang. Grace nanya sama saya, “eh guh ngomong ngomong rambut ku udah mirip rambut Geum Jandi kan ?” saya ngejawab, “ ngga , ngga sama sekali, potongan rambut kamu lebih mirip Dora the eksplorer”….terus kami berdua ketawa kaya orang bego (tentu aja orang bego versi Kawan Widyatama).

Dari salah satu toilet kampus
dimana saya belepotan menulis ulang semua kata kata Garce,
saya ucapkan,
“Vale….el Campesino unido camasera vencido ”

Besok lusa disambung lagi cerita cerita dari Grace (yang makin oriental itu)
-Suguh Kurniawan-

Komentar

Postingan Populer