Gen Z, Koperasi dan Upaya Peningkatan Rasio Kewirausahaan
(Tulisan ini diikutsertakan juga pada lomba menulis Esai Kementrian Koperasi pada pertengahan 2024)
Tak dapat dipungkiri rasio kewirausahaan di tanah air sedang dalam kondisi belum membahagiakan. Kurangnya minat masyarakat untuk berbisis juga merupakan fakta yang tak dapat disangkal. Sebagaimana disampaikan Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki jika rasio jumlah wirausaha baru mencapai 3,47 persen. Padahal dibutuhkan minimal 4 persen rasio kewirausahaan jika Indonesia ingin menjadi negara maju. Karena itu perlu ikhtiar sungguh-sungguh guna mewujudkan hal tersebut. "Sebuah mimpi tidak menjadi kenyataan melalui sihir; itu membutuhkan keringat, tekad, dan kerja keras." Ujar mantan Menlu Amerika Serikat Colin Powell. Maka dari itu untuk mewujudkannya, aksi nyata lebih dibutuhkan dari sekedar kata-kata.
Gen Z Dalam Tantangan
Kewirausahaan
Menarik bila
kita memilih Gen Z sebagai fokus pembahasan. Generasi Z atau Gen Z adalah
generasi yang lahir antara tahun 1995 hingga 2010. Mereka merupakan generasi
pertama yang besar di masa teknologi digital telah menjadi bagaian intregral
dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat 46,8 juta Gen Z di Indonesia pada 2024
sebagaimana di lansir oleh binus.ac.id.
Di bidang
kewirausahaan sebagaimana survey yang dilakukan oleh perusahaan nutrisi global
Herbalife pada 4.093 responden dari kalangan Gen Z dan mileinail (18-40
tahun) di delapan negara (Indonesia, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura,
Vietnam, Taiwan, dan Korea Selatan) ditemukan fakta bila 72% dari mereka
bercita-cita ingin memiliki usaha sendiri.
Khusus di Indonesia ditemukan fakta 66% responden menjawab karir mereka dapat lebih maju bila didukung oleh aktifitas wirausaha, sedang 30% lainnya percaya akan terbuka peluang lebih besar menuju kesuksesan dengan berwirausaha. Sejumlah fakta di atas tentu menjadi modal awal yang baik guna meningkatkan rasio kewirausahaan. Namun tak dapat dipungkiri pula bila Gen Z dalam usaha meraih Impian mereka berhadapan dengan sejumlah persolaan seperti pengetahuan yang minim, pengamalan yang belum mumpuni, kurangnya permodalan dan belum punya banyak koneksi. Hal ini dapat dikatakan wajar karena mereka terdiri dari kalangan muda meliputi para fresh graduate, mahasiswa dan siswa.
Generasi Wirausaha
Berbasis Koperasi
Semangat tanpa bekal pengetahuan
sekadar membuahkan hasil tak maksimal. Ibarat akan berperang tapi tanpa membawa
senjata, maka ujungnya akan sia-sia belaka. Antusiasme Gen Z dalam berwirausaha
musti disertai strategi jitu guna menggapai keberhasilannya.
Bila
semangat wirausaha ini dipadankan dengan semangat berkoperasi, maka langkah
pertama yang musti dilakukan adalah melakukan kampanye melalui media digital
guna meningkatkan kepedulian berwirausaha melalui koperasi. Media kekinian
seperti Instagram, Facebook, tiktok youtube dan lain-lain telah menjadi bagian
kehidupan Gen Z. Sifatnya yang mudah dikases membuat informasi dapat diterima
secara massal.
Adapun kesadaran
yang dibangun adalah bahwa dengan berkoperasi dapat mengembangkan potensi
wirausaha. Sejak awal musti ditanamkan pola pikir bila berkoperasi itu ternyata
keren. Dikatakan keren karena semangat berkoperasi tak sama dengan semangat berkorporasi.
Sebagaimana disampaikan Bung Hatta, “Dasar kekeluargaan itulah dasar
hubungan istimewa pada koperasi. Di sini tidak ada majikan dan buruh, melainkan
usaha bersama di antara mereka yang sama kepentingan dan tujuannya."
Artinya ada nilai kesetaraan dalam koperasi. Pengembangan diri dilakukan dengan
semangat sukses bersama. Tujungannya untuk keberhasilan bersama pula. Selain
itu Koperasi juga memiliki kewajiban menyelenggarakan pelatihan guna
meningkatkan kompetensi para anggotanya. Bila Gen Z telah berbagung dengan
Koperasi (misalnya koperasi siswa, KOPMA atau Koperasi di Lingkunganya) akan
lebih mudah untuk dilakukan pembinaan terstruktur dibanding dengan mereka bergerak
sendiri-sendiri.
Langkah
kedua adalah membuka akses untuk melakukan pelatihan dan pemagangan, karena
masalah Gen Z adalah soal pengalaman yang masih minim. Gen Z yang telah bergabung dengan Koperasi
dapat difasilitasi oleh Kementrian Koperasi dan UKM untuk menggali ilmu di
Koperasi model atau di perusahaan rekanan. Contoh nyata dari hal ini adalah
saat pelaksanaan program OPOP (One Pesantren One Produk) di Jawa Barat
pada masa Pemerintahan Gubernur Ridwan Kamil.
Dalam program itu, para peserta yang berasal dari sejumlah Pondok
Pesantren di Jawa Barat dan didominasi oleh generasi muda mendapat materi pelatihan
serta pemagangan. Mereka dimagangkan di Koperasi Pondok Pesantren model seperti
Kopontren Daarut Tauhiid Bandung, Koperasi Al Ittifaq Ciwidey dan lain-lain.
Dengan begitu para peserta mendapat pengalaman langsung di sejumlah bidang
seperti ritel, kuliner, fashion hingga peternakan. Ilmu yang telah dipelajari
dapat menjadi modal dalam berwirausaha di tempat-masing-masing.
Langkah
ketiga adalah mempermudah akses permodalan. Apabila berbicara soal permodalan
maka tak melulu bicara soal pinjaman. Perlu juga dipikirkan altenatif lain guna
meningkatkan semangat Gen Z dalam berwirausaha. Dalam hal ini perlu dibangun
sinergi dengan Perusahaan-perusahaan BUMN dan swasta guna memaksimalkan fungsi corporate
social responsibility (CSR) mereka. Dana CSR tersebut dapat dialokasikan
dalam bentuk modal usaha. Hal ini jelas amat positif di tengah gempuran
pinjaman online dengan bunga tak masuk akal. Selain itu bisa pula dibuat
kompetisi bisnis berjenjang mulai dari level kota, provinsi hingga nasional di mana
para pemenangnya mendapat hadiah berupa modal usaha.
Langkah
keempat adalah menjalankan fungsi promosi dan distribusi. Kita berysukur saat
ini betapa supportifnya Dinas Koperasi dan UKM baik di level Pusat, Provinsi,
Kota dan Kabupaten rutin menggelar Bazzar produk-produk Koperasi dan UMKM pada
event-event tertentu. Sebagai contoh Dinas Koperasi dan UKM Jawa Barat
memperomosikan produk-produk para pemenang Program OPOP mulai dari melakukan
gelar produk pada level nasional di Batam hingga level internasional di Turki.
Pada tataran yang lebih umum bila Gen Z telah bergabung dengan Koperasi dapat mendistribusikan produknya melalui unit-unit usaha Koperasi atau Koperasi rekanan. Sebagai Contoh di SMM Swalayan yang dikelola oleh Koperasi Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Bandung terdapat Pojok UMKM. Dimana para anggota yang memiliki produk makanan ringan dapat menitipnya produk tersebut dengan sistem bagi hasil. Daya serap produk Gen Z juga dapat dilakukan dengan pemenuhan kebutuhan Lembaga pemerintah seperti merhendise, makanan, snack dan laim-lain dengan mempercayakan pemesanannya pada binsis yang dikelola Gen Z.
Dari Asa Menjadi
Niscaya
Merealisasikan peningkatan
rasio kewirausahaan adalah suatu keniscayaan. Cita-cita mulia tersebut musti
didukung oleh berbagai kalangan. Gen Z diharapkan menjadi motor perubahannya. Lantaran
seperti dikatakan Nelson Mandela, "Pemuda adalah sumber kekayaan
intelektual, mereka memiliki gagasan segar untuk masa depan."
Maka, inilah saatnya Bagi Gen Z untuk
merentangkan sayap lebar-lebar dan dengan berani menjawab semua tantangan.
Komentar