Subcomandante Marcos: Inspirasi Di Balik Topeng
Tulisan ini dipublikasikan juga di situs berita mjeducation
Nama subcomandante Marcos mulai mencuat dan dikenal luas oleh publik pada 1 Januari 1994. Saat itu bersama sekitar tiga ribu orang Indian Maya bersenjata yang menyebut diri sebagai Tentara Pembebasan Nasional Zapatista (Ejecito Zapatista De Liberacion Nacional-EZLN), Marcos menyerbu negara bagian Chiapas Meksiko dari pengunungan Lacandon. Dalam serbuan itu tujuh kota berhasil mereka duduki, diantaranya San Cristobal de las Casas, Ocosingo, Las Margaritas, Altamirano, Chanal, Oxchuc dan Huixan. Istilah Zapatista sendiri memiliki arti orang orang Zapata, merujuk keterkaitan emosi mereka dengan pejuang Meksiko pada 1911 Emiliano Zapata.
Nama subcomandante Marcos mulai mencuat dan dikenal luas oleh publik pada 1 Januari 1994. Saat itu bersama sekitar tiga ribu orang Indian Maya bersenjata yang menyebut diri sebagai Tentara Pembebasan Nasional Zapatista (Ejecito Zapatista De Liberacion Nacional-EZLN), Marcos menyerbu negara bagian Chiapas Meksiko dari pengunungan Lacandon. Dalam serbuan itu tujuh kota berhasil mereka duduki, diantaranya San Cristobal de las Casas, Ocosingo, Las Margaritas, Altamirano, Chanal, Oxchuc dan Huixan. Istilah Zapatista sendiri memiliki arti orang orang Zapata, merujuk keterkaitan emosi mereka dengan pejuang Meksiko pada 1911 Emiliano Zapata.
Dalam balutan balaclava
(topeng ski hitam) mereka menyatakan perang pada pemerintah atas segala
kebijakan yang tak populis. Saat itu pemerintah Meksiko, Kanada dan Amerika Serikat
sepakat
menandatangani draft perdagangan bebas NAFTA (North America Free Trade
Agreement). Sebuah draft yang
nyatanya menjadi preseden buruk bagi para petani adat. Karena dengan alat
pertanian alakadarnya, kini mereka harus bersaing dengan perusahaan perusahaan
pertanian raksasa yang menggunakan peralatan canggih dan lengkap.
Lebih jauh Carlos Salinas
De Gorgoti, orang nomor satu Meksiko pada periode itu melakukan langkah langkah
pro pasar bebas, seperti mengamademen pasal 27 UUD 1917 yang memberi dampak
tanah adat bisa secara bebas diperjual belikan, hingga masyarakat penggarapnya
bisa dengan mudah digusur. Selain itu pemerintah menjual 8% BUMN pada swasta,
hingga terjadi pemangkasan subsidi yang menurunkan daya beli rakyat.
Ketika Kata Menjadi Senjata
Tak ayal serangan mendadak tersebut memicu
konflik bersenjata. Namun sebelum berkembang makin luas, rakyat Meksiko lebih dulu tergerak untuk menyerukan
perdamian. Perangpun hanya
berlangsung 14 hari dengan 40 korban tewas di pihak pejuang dan 100 di pihak
tentara pemerintah. Sejak itu
Zapatista kembali ke Pegunungan Lacandon dan melancarkan perang gaya baru.
Suatu perang yang justru lebih efektif bila dibanding dentuman bom dan rentetan
tembakan, dimana kata kata menjadi senjatanya. Dalam hal ini sosok
Subcomandante Marcospun menjadi tokoh sentral.
Berbicara soal Marcos maka
kita akan berhadapan dengan kemisteriusan yang seolah tak berujung. Dikatakan demikian
lantaran tak seorangpun tahu siapa Marcos sebenarnya. Karena seperti para
pejuang EZLN lain ia selalu menyembunyikan wajah dan identitas di balik balaclava
yang selalu dikenakannya.
Secara personal hanya
sedikit informasi dapat dikorek dari sang komandan. Dalam sebuah wawancara
Marcos sempat berkata kalau ia berasal dari keluarga mengah di Meksiko. Dimana ia
diajarkan bila hal paling penting dalam hidup adalah melakukan aksi nyata dalam
memerangi ketidak-adilan atau El Camino Del Verdad (jalan kebenaran) dalam
istilah Marcos sendiri.
Sejak kecil Marcos
merupakan sosok yang sudah gemar membaca. Ia menderas karya karya Cervantes,
Neruda, dan Shakespeare. Biografi tokoh tokoh dunia seperti Lenin,
Karl Marx, Benito Musslolini dan Adolf Hitler pun dilahapnya. Bahasa asing
terutama Prancis, Italia dan Portugis dipelajarinya saat memasuki jenjang
universitas. Bermacam macam buku yang ia baca memperkaya keberagaman genre tulisannya kelak.
Saat tumbuh dewasa, jiwanya terpanggil untuk mengabdi pada kemanusiaan. Marcos memutuskan untuk bergabung dengan para pejuang di pegunungan Lacandon pada 1983. Alih alih tampil dengan kesan berangasan dan sangar, sejak awal Marcos mencitrakan diri sebagai tukang guyon. Tiap tindakan serta ucapannya yang kocak membuat kepribadiannya lebih mendekati tukang banyol ketimbang seorang komandan.
Sebagai contoh saat pemerintah Meksiko menunjukan foto lelaki brewok di televisi dan menyebut ia sebenarnya adalah Rafael Sebastian Guillen Vicente, mantan profesor filsafat di UNAM (National Autonomous University of Mexico). Dengan enteng Marcos menjawab jika cerita itu sama sekali keliru. Kilahnya tuduhan serampangan pemerintah dapat mengacaukan aktifitas surat menyuratnya dengan gadis gadis penggemarnya. Di lain waktu saat bicara soal topeng yang selalu dikenakannya, Marcos berkata bila dengan memakai topeng ia dianggap lebih tampan dari kenyataannya oleh orang orang.
Namun di balik kekocakannya,
hal paling inspirasional dari sosok Subcomadante Marcos adalah daya gugah kata
katanya. Sejak 1992 hingga 2006, ia telah menulis lebih dari 200 esai, cerita, serta
21 jilid buku dengan total 33 edisi. Pencapaian yang dapat dikatakan fenomenal
karena aktifitas literasi dilakukan pada masa konflik.
Ia menggubah bermacam macam
genre yang telah dipublikasikan melalui internet, koran dan buku. Ia ‘menyapa’
berbagai kalangan pembaca mulai dari kelas terdidik seperti sarjana atau
pekerja perkotaan dengan pemaparan ilmiah soal ekses negatif neoliberalisasi. Sampai
segmen buruh tani pedesaan dan anak anak dengan dongeng, hikayat, fantasi dan
fabel. Hal tersebut dapat dilihat dari cerita pendek berjudul ‘kisah seuntai
awan kecil’ atau ‘Mengolah Roti Bernama Hari Esok’ yang sarat pesan moral.
Marcos melakukan ‘akrobat
kata’ dengan cara mengkrtik, merayu, menggoda sampai membanyol. Kekeritisan
pikiran ia sisipkan melalui kejenakaan bahkan kejorokan kalimat namun hal
tersebut tak menghilangkan pesan positif di dalamnnya.
Selain itu Marcospun
menciptakan tokoh tokoh khalayan dalam menyampaikan ide idenya pada publik. Yang paling terkenal
adalah Don Durito De Lacandona (Don Durito dari pegunungan Lacandon) seekor
kumbang pengembara yang cerdas, ia merupkan gabungan dari karakter Don Quixote,
Sherlock holmes, Raja Artur, Bajak Laut Si Janggut Merah dan Umberto Eco sang
kritikus anti neoliberalisme.
Dalam pemahaman Marcos,
agar seorang pemimpin bisa melek sosial, tak melulu musti menderas kajian
politik yang benar berat, tapi juga
musti mengkhatamkan paling tidak tujuh buku yaitu puisi, cerpen, novel, teater,
esai, filsafat dan tata bahasa. Hal tersebut ia buktikan sendiri saat pertama
kali tiba di Pegunungan Lacandon. Ranselnya penuh dengan buku buku sastra karya
penulis mahyur macam Garcia Marques, Vargas Liosa, Julio Cortazar dan lain
lain.
Marcos mengungkapkan hal
yang membuat Zapatista dan dirinya berbeda kelompok lain adalah ia mengenal
dunia lewat puisi, esai dan novel, ketika kebanyakan orang mengenalnya melalui
media komersil televisi. Tak heran jika Shakespeare didaulat menjadi sebagai
analis paling piawai dalam sistem politik modern Meksiko. Sedang adalah Don Quixote, Hamlet serta Machbet
adalah buku teori politik terbaik.
Karena keunikan
perjuangan tersebut Marcospun mendulang simpati dari masyarakat. Pada maret 1994
ia kepayahan menggotong 2000 pucuk surat dari para penggemarnya dari sebuah
katedral. Lebih jauh Zapatista secara organisasi berhasil memenangkan
perang opini di seantero Meksiko dan seluruh penjuru dunia. Mata tiap orang
terbuka atas kenyataan kelam yang dialami petani Chiapas. Karenanya sejumlah organisasi HAM
internasional, utusan PBB hingga klub sepak bola nomor wahid Inter Milan berduyun duyun mengulurkan bantuan.
Marcos berhasil membangun jembatan antara ‘Meksiko sungguhan’ yaitu berkubang kemiskinan dan gizi buruk dengan ‘Meksiko pura pura’ yang berlipah glamoritas, pesta dan limpahan uang. Kehadirannya membuat siapapun tersadar bahwa terdapat ketimpangan sosial antara si kaya dan si miskin yang musti dicari jalan keluar terbaiknya.
Meraih Inspirasi
Marcos berhasil membangun jembatan antara ‘Meksiko sungguhan’ yaitu berkubang kemiskinan dan gizi buruk dengan ‘Meksiko pura pura’ yang berlipah glamoritas, pesta dan limpahan uang. Kehadirannya membuat siapapun tersadar bahwa terdapat ketimpangan sosial antara si kaya dan si miskin yang musti dicari jalan keluar terbaiknya.
Meraih Inspirasi
Idealnya, ketika ‘tangan
kanan berbuat kebaikan maka tangan kiri sebisa mungkin jangan sampai
mengetahuinya’. Tak semustinya tiap kontribusi dan prestasi disombongkan. Marcos adalah prototipe ideal dalam hal ini. Ia terus berkarya
dengan tak direcoki oleh masalah pencitraan
juga puja puji. Ia justru tetap konsisten pada rel pejuangannya.
Karena itu, belajar
dari pribadi Subcomandante Marcos adalah suatu keniscayaan. Meraih inspirasi
tentu itu hal yang amat diharapkan. Namun bisa berkarya nyata di masyarakat
seperti Marcos ialah hal yang lebih utama. Lantaran hal tersebutlah yang membuat seseorang memiliki nilai tambah
dibanding yang lain
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
• Marcos,Subcomandante.2005.Atas
dan Bawah: Topeng dan Keheningan.Yogyakarta,Resist Book
• Marcos,Subcomandante.2005.Kata
adalah Senjata. Yogyakarta, Resist Book
• http://septiaku.multiply.com/reviews/item/3
• http://wapedia.mobi/id/Tentara_Pembebasan_Nasional_Zapatista
• http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1104360
• http://pemberontakmerdeka.blog.friendster.com/
• http://id.wikipedia.org/wiki/Tentara_Pembebasan_Nasional_Zapatista
• http://readresist.wordpress.com/2008/05/10/cara-lain-melawan-neoliberalisme/
• http://septiaku.multiply.com/reviews/item/3
Komentar