Program Mentoring Berbasis Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menumbuhkan Sikap Disiplin Murid

Oleh Suguh Kurniawan

Murid merupakan harapan Bangsa. Mereka yang masih pelajar pada masa kini adalah para calon pemimpin di masa depan. Tersemat amanah untuk melanjutkan estafet perjuangan yang telah dilaksanakan oleh generasi sebelumnya. Ilmu Pengetahuan yang diperoleh adalah modal intelektual guna melanjutkan Pendidikan ke level lebih tinggi sekaligus menjadi sarana guna berkontribusi pada diri, keluarga, Masyarakat dan bangsa.

Secara Bahasa sebagaimana disampaikan oleh Sayyid Khaim Husayn Naqawi, yang maksud dengan murid berasal dari Bahasa Arab arada-yuridu-murid, artinya yang menginginkan. Dalam Bahasa Inggris kata murid diterjemahkan dengan istilah the willer.[1] Sementara secara istilah menurut Penulis Buku Pendidikan Prof. Dr. Shafique Ali Khan definisi murid adalah orang yang datang ke suatu lembaga untuk memperoleh atau mempelajari beberapa tipe Pendidikan.[2]

Eksistensi murid tak dapat lepas dari kehadiran guru. Guru bagi murid berperan sebagai teladan, pembimbing dan sumber untuk mendapat pengetahuan. Peran Guru memiliki posisi stategis dalam proses pembelajaran di sekolah. Sejumlah metode dilaksanakan agar pembelajaran dapat mencapai targetnya. Hal ini selaras dengan semangat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 yang menyatakan bila pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.[3]

Di lapangan upaya Guru dalam menyelenggarakan pembelajaran kenyataannya tak senantiasa berjalan mulus. Isu kedisiplinan di kalangan murid menjadi tantangan tersendiri untuk sama-sama dicarikan solusinya. Dikutip dari Gramedia.com[4] disiplin merupakan memanifestasi diri sebagai upaya guna meningkatkan perilaku individu agar mengikuti prinsip dan selalu mengikuti aturan atau norma yang berlaku.

Masih dapat ditemukan sejumlah ketidakdisiplinan yang dilakukan oleh murid. Bentuk ketidakdisiplinan tersebut dapat berupa pelanggaran terhadap peraturan sekolah seperti terlambat, tidak disiplin berpakaian, mencontek dan lain-lain. Ada pula pelanggaran di luar sekolah seperti merokok hingga tawuran. Selain itu terdapat bentuk ketidakdiskiplinan yang saat ini sedang menjadi sorotan, berupa sikap tidak hormat, melawan hingga menuntut secara hukum yang dilakukan oleh murid (bahkan orang tua murid) pada Guru. Sikap ini adalah respon atas upaya guru dalam menegakan kedisiplinan baik itu sifatnya bersuasif hingga represif (dalam koridor yang masih terukur) di lingkungan sekolah.

Sebagai contoh Guru Honorer di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Baito Kabupaten Konawe Selatan bernama Supriani musti menjalani proses pengadilan setelah dituduh menganiaya seorang siswa. Hal serupa terjadi di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Seorang Guru Agama di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Towea musti menyandang status tersangka setelah diduga menganiaya muridnya dengan menggunakan sapu lidi.[5]

Dua kasus di atas merupakan fenomena gunung es yang pada realitasnya terjadi lebih banyak di lapangan. Pada kondisi demikian, Guru berada pada posisi dilematis. Satu sisi musti menjalankan amanah dalam menegakan nilai-nilai disiplin pada siswa. Namun di sisi lain bila ternyata melakukan blunder konsenkuensinya dapat berakhir di meja hijau.

Terdapat sejumlah alasan mengapa murid bersikap tidak disiplin. Diantaranya adalah faktor keluarga, seperti keluarga yang broken home atau tak mendapat perhatian dan kasih sayang yang semestinya dari orang tua. Sebagai bentuk pelarian murid mencari perhatian dengan bentuk melakukan kenakalan di sekolah. Selain itu faktor pergaulan memberikan memengaruh. Pergaulan tanpa filter berpotensi menyembabkan murid bersikap tidak disiplin. Terlebih saat teknologi dengan mudah dapat diakses melalui gadget seperti sekarang. Murid dapat mengkonsumsi produk-produk negatif dari internet yang berpotensi mempengaruhi tingkah lakunya. Terakhir belum terjalin sinergi yang optimal antara orang tua dan sekolah. Hal ini membuka celah pidana antara kedua belah pihak jika terjadi perselisihan. Sehingga masalah yang mustinya dapat diselesaikan secara kekeluargaan musti berakhir di pengadilan.

Upaya Menumbuhkan Sikap Disiplin Murid adalah tanggung jawab dari berbagai pihak, diantaranya pemerintah, sekolah, orang tua dan masyarakat. Program Mentoring Berbasis Pendidikan Karakter dapat menjadi alternatif sebagai jawaban atas permasalahan yang dihadapi. Mentoring merupakan kegiatan yang dibentuk oleh mentor untuk menciptakan pembimbingan dan pendampingan yang lebih terarah kepada orang yang disebut sebagai mentee.[6] Tujuan Program Mentoring Berbasis Pendidikan Karakter adalah tumbuhnya pribadi-pribadi berkarakter disiplin yang berasal dari kesadaran diri serta tercermin pada perubahan sikap, prilaku, serta prestasi baik akademik ataupun non akademik.

Dalam program mentoring terdapat dua komponen yang terlibat. Pertama, mentor yaitu orang yang bertidak sebagai pembimbing dengan memiliki kemampuan pada bidang tertentu dengan tugas berbagi pengalaman, mengembangkan keterampilan serta menyampaikan pengetahuan pada orang yang dibimbingnya. Kedua, mantee yaitu orang yang mendapat bimbingan dari mentor.

Program Mentoring Berbasis Pendidikan Karakter dilaksanakan dalam kelompok-kelompok kecil atara delapan sampai dua belas orang peserta per kelompok. Sebagai contoh bila dalam satu kelas terdiri dari tiga puluh orang murid, maka dapat dibentuk sebanyak tiga kelompok. Berkaitan dengan waktu, pelaksanaan program dapat dilakukan sepekan sekali menyesuaikan dengan rutinitas sekolah masing-masing. Mentoring dapat dilaksanakan setelah jam sekolah layaknya kegiatan ekstra kulikuler. Hal yang membedakan dengan kegiatan ekstra kokulikuler seperti basket, futsal, beladiri dan lain-lain, program mentoring sifanya wajib diikuti oleh seluruh murid. Alternatif lain, sekolah dapat mengalokasikan waktu mentoring sebelum pembelajaran formal dilaksanakan pada hari dan waktu tertentu. Misalnya pada pagi hari saat kondisi murid masih segar dan siap menerima input ilmu baru dari para mentor.

Dalam program Mentoring perlu ditekankan penyampaian  materi Pendidikan karakter. Mengutip Penulis buku dan konsultan Pendidikan Thomas Lickona, yang dimaksud dengan pendidikan karakter yaitu suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.[7] Adapun nilai etika inti yang dimaksud, bila diparalelkan dengan kehidupan di sekolah adalah pengetahuan tentang adab. Murid musti paham bila adab lebih tinggi dari pada ilmu. Berkah ilmu baru bisa diraih bila murid terlebih dulu dapat menunjukan sikap empati, hormat, tanggung jawab, dan menghargai pada Guru.

Pendidikan adab akan membuat murid paham lingkungan, sadar situasi dan mampu menempatkan diri sebagai seorang pelajar. Dengan adab murid tahu dampak negatif dari bolos sekolah, mencontek atau merokok karena hal-hal itu melanggar prinsip kedisiplinan. Dengan adab murid paham konsekuensi bila ia melakukan tawuran karena hal itu melanggar aturan hukum. Lalu dengan adab pula murid menyelesaikan perselisihannya dengan guru melalui dialog dan diskusi. Dari sini diharapkan akan tumbuh nilai-nilai lain seperti ramah, empati, tanggung jawab, berani, jujur dan lain-lain.

Program mentoring berbasis Pendidikan karakter seperti disampaikan di atas membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah diharapkan hadir sebagai fasilitator. Dengan kewenangan yang dimilikinya program ini dapat dijadikan sebagai sebuah Gerakan Nasional.  Sebagai bentuk aksi nyata, pemerintah dapat bersinergi dengan masyarakat, dalam hal ini khususnya masyarakat kampus. Perlu dibuat kebijakan agar kampus-kampus di Indonesia mengirimkan perwakilan mahasiswanya untuk menjadi mentor. Para mentor nantinya akan mendapat pelatihan, Pendidikan dan pengenalan lingkungan sebelum terjun ke lapangan. Mahasiswa mendapat keuntungan berupa pengalaman praktik mengajar dan insentif bila diperlukan. Sementara kampus dapat mengimplementasikan nilai-nilai Tri Darma Pendidikan yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan serta Pengabdian kepada Masyarakat.

Orang tua siswa melalui wali murid dapat memberikan masukan terhadap materi program yang akan dilaksanakan. Masukan tersebut merupakan representasi dari mimpi, harapan dan cita-cita agar putra putri mereka tumbuh menjadi pribadi lebih baik. Orang tua dapat memantau perkembangan program melalui laporan berkala yang diberikan oleh mentor dan pihak sekolah. Untuk lebih mengefisiensikan proses pelaporan, pemanfaatan teknologi amat dibutuhkan. Melalui aplikasi berbasis android dan apple orang tua dapat memonitor perkembangan putra putri mereka secara real time.

Adapun sekolah bertugas melaksanakan fungsi komunikasi, koordinasi dan kontrol. Hal ini dimaksudkan agar program terlaksana dengan baik dari hulu ke hilir. Komunikasi dan koordinasi dilakukan pada pemerintah, kampus dan wali murid. Kontrol dilakukan untuk memastikan materi-materi Pendidikan karakter diterima secara utuh oleh murid. Setelah itu diperlukan evaluasi atas program tersebut agar kualitasnya senantiasa dapat ditingkatkan seiring perjalanan waktu. Di sisi lain para guru juga berkewajiban untuk senantiasa menjadi contoh dan teladan. Tak ada perintah kecuali guru telah melaksanakannya. Tak ada larangan kecuali guru telah meninggalkannya. Misalnya kalau tak mau ada murid yang merokok maka guru jangan memberi contoh merokok, bila tak ingin ada murid yang terlambat, maka guru jangan memberi contoh terlambat.

Program Mentoring Berbasis Pendidikan Karakter menjadi ikhtiar untuk menumbuhkan sikap disiplin siswa. Ke depan diharapkan tak terjadi kasus murid atau orang tua murid yang mempidanakan Guru. Agar program ini dapat berhasil, dibutuhkan sinergi dari bebagai pihak meliputi pemerintah, sekolah, kampus dan orang wali murid. Dengan begitu upaya upaya menumbuhkan sikap disiplin murid bukan hanya sebatas cita-cita tapi merupakan suatu keniscayaan.



[1]  Muhlisim, “Pengertian Murid” (https://www.referensimakalah.com/2012/11/pengertian-murid.html diakses pada 18 November 2024)

[2] Mardiana Dkk, “Motivasi Siswi Mengikuti Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani di SMP 13 Tanjung Jabung Timur”, Jurnal Score, Vol. 2 No 1 (2022) 119

[3] “Memahami Makna dan Hakikat Pendidikan Nasional”, (https://dinaspendidikan.bojonegorokab.go.id/berita/baca/130 diakses pada 17 November 2024)

[4] Sevilla, “Sikap Disiplin Contoh dan Manfaat”, (https://www.gramedia.com/best-seller/sika-disiplin/ dikases)

[5] Thomas, “Kelakuan 'Bebas' Murid di Kelas Bikin Guru Tak Berani Tegur, Pak Guru Takut Dilaporkan Polisi”, ( https://www.merdeka.com/trending/kelakuan-bebas-murid-di-kelas-bikin-guru-tak-berani-tegur-pak-guru-takut-dilaporkan-polisi-223968-mvk.html?page=4 diakses pada 18 NOVEMBER 2024)

[6] Admin, “Pengertian Mentoring Menurut Para Ahli”, (https://www.mentorinc.io/en/post/pengertian-mentoring-menurut-para-ahli diakses pada 18 November 2024)

[7] Kusuma, “Pentingnya Pendidikan Karakter Di Sekolah”, (https://smakartikabanyubiru.sch.id/read/46/pentingnya-pendidikan-karakter-di-sekolah diakses pada 19 November 2024)

Komentar

Postingan Populer