MAHASISWA, MAKIN INTELEK MAKIN MENINDAS





Ada banyak orang pintar dikampus tapi tak banyak yang berani. Ada banyak orang pandai makin melempem menyikapi masalah sosial dan hanya beberapa gelintir saja yang masih progresif membela kemanusiaan dengan resiko dikucilkan dan dianggap tidak populis.

Mahasiswa mahasiswa yang hanya pintar secara intelektual, setelah lulus dikhawatirkan akan terjebak dalam permainan curang para pemodal asing. Dijerat kepentingan kapitalis yang ingin memanfaatkan kepintaran mereka agar monopoli dagangnya semakin luas ditanah air. Mereka dimanfaatkan sebagai robot kekuasaan dengan mengalih fungsi hakekat ilmu pengetahuan dari alat pencerdasan menjadi alat pembodohan.

Para lulusan “pintar” (yang menempati posisi posisi strategis di pemerintahan) adalah cermin bagi kita pada umumnya dan mahasiswa pintar khususnya dalam menyongsong masa depan. Mereka terbukti telah membuat kenaikan harga BBM menjadi logis sebab berpegang pada teori ekomomi versi mereka. Menjadikan penggusuran atas pasar tradisional dan pedagang kaki lima terasa masuk akal lantaran formula tata kota mereka. Menjual badan usaha milik negara dan merestui PHK masal dengan berlindung dibalik lobi lobi kotor mereka. Hal itu dilakukan karena lulusan lulusan tersebut begitu taat menyembah tuhan kaum materialis, UANG. Mereka memaknai “kepintaran sama dengan pesanan kepentingan”, Setelah itu menganggap diri sukses dengan gelimang harta yang didapat dari mafia mafia bermodal besar. Adapun pengabdian pada masyarakat seperti termaktub dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi terdapat pada urutan paling buncit dalam prioritas hidup. Ia dibuat hanya untuk menjadi sejarah seperti orang mengenang tower of babel di Babylonia utara atau pesona Andalusia pada masa lalu. Ia hadir tak lebih dari sekedar prestise sebagai bukti kalau mereka pernah jadi anak kuliahan. Tentu yang ketiban sial adalah rakyat karena rakyatlah yang pertama kali terkena imbas dari penyalahgunaan kepintaran itu. Dan tentu juga muncul pertanyaan, “apakah kita akan membuat dosa serupa seperti yang telah dilakoni para pendahulu kita ?”

Pada dasarnya menjadi pintar diranah pengetahuan adalah prioritas mahasiswa sebagai bentuk tangung jawab atas biaya pendidikan yang telah dibayar. Namun menurut saya dengan kepintaran saja belum cukup untuk membuat kita menjadi pribadi yang sukses secara personal apalagi sosial. Lebih dari pintar, Indonesia hari ini butuh para pioneer. Mereka yang peduli untuk turun langsung ke desa desa, memberdayakan para petani, membela hak hak buruh, pekerja kasar, pedagang kali lima dan nelayan. Adalah mahasiswa yang memang sudah seharusnya membuat formula agar roda ekonomi rakyat bergerak mulus, mencipta sistem pendidikan berbasis kompetensi yang merata hingga ke pelosok pelosok daerah, dan menasionalisasi aset aset negara yang kini dikuasai pihak asing. Kepintaran harusnya menjadi alat pembelaan, dan pembelaan terkadang berubah menjadi perlawanan karena harus berduel dengan sistem lama yang telah bobrok. Saya bukanlah orang yang ingin tampil sok suci dengan berkata utamakan perjuangan dan lupakan uang. Kita tahu siapapun butuh uang. Namun alangkah naif hidup bila kita menggadaikan segala galanya termasuk harga diri hanya untuk uang. Bukankah seorang bijak pernah berkata, “ Mereka yang hidup hanya untuk memenuhi isi perut maka nilainya tak jauh beda dengan apa yang keluar dari perut ?”

Mahasiswa adalah tapal batas, patok sekaligus harapan. Merekalah yang kelak membawa kembali kejayaan Indonesia dengan intelektualitas dan kepekaan terhadap masalah masalah sosial. Ilmu pengetahuan bidang apapun itu, selain berfungsi untuk mensejahterakan pribadi juga harus memberdayakan masyarakat. Ialah mercu suar yang selalu memandu langkah rakyat menuju hidup lebih baik dibawah naungan para mahasiswa. Menjadi sukses dalam makna hakiki adalah ketika intelektualitas bersinergi dengan hati untuk berbuat, kendatipun kecil dampaknya bagi lingkungan.

Komentar

Dhiora Bintang mengatakan…
para mahasiswa tipe seperti ini berkeliaran bebas, dan mereka orang2 yang menganggap nilai adalah 'raja', pantas saja mereka jadi 'budak nilai'. pasca lulus, mereka berpotensi besar jadi budak2 kepentingan orang oportunis
Suguh mengatakan…
tidak heran kalau Indonesia jago korupsi karena sejak kuliah mahasiswanya jago nyontek

Postingan Populer