MAU JADI MUJAIR ATAU IKAN TERBANG ?


Dosen Ilmu sosial dasar saya di Universitas Islam Bandung pernah bertanya, “Apa persamaan dan perbedaan antara ikan mujair dengan ikan terbang ?”. Beliau menjelaskan, Persamaannya adalah baik ikan mujair dan ikan terbang ketika tiba waktunya untuk bertelur, mereka akan berenang menantang arus lalu melompat ke hulu sungai. Secara naluriah kedua jenis ikan ini ingin mencari tempat dimana telur telurnya dapat menetas dengan aman tanpa ganggun pemangsa. Sedangkan perbedaanya, ketika ikan mujair melakukan lompatan, mereka hanya melompat dua atau tiga kali saja. Walau belum mengerahkan tenaga secara maksimal, mereka sudah menyerah lebih dulu. Alih alih terus berjuang, ikan mujair akan berenang ke tempat lebih rendah dan mengurungkan niatnya. Sementara ikan terbang adalah ikan berkarakter pekerja keras. Ikan terbang tidak hanya melakukan dua atau tiga kali lompatan, tapi terus menerus sampai niatnya tercapai. Saking kuat tekat jenis ikan ini ada sebagian yang mati karena kelelahan, namun tentu banyak pula yang berhasil menetaskan telur telurnya dihulu sungai.

Ilustrasi tentang ikan mujair dan ikan terbang seperti dijelaskan dosen saya, sebenarnya menggambarkan bagaimana sikap tiap orang dalam mewujudkan mimpi mimpi mereka. Setiap individu memiliki mimpi, tentang rumah yang bagus, kendaraan mewah, pesiar keliling dunia, melanjutkan pendidikan, melunasi hutang hutang serta tagihan rekening, mendapat pekerjaan layak dan lain lain. Namun tidak semua orang dapat meraihnya. Tidak semua orang tidak mampu bersikap konsisten untuk berjuang dengan ulet dalam mewujudkan apa apa yang mereka idamkan. Tidak semua orang dapat terus merangsek kedepan walau harus menghadapi resiko paling getir supaya apa yang ada dalam angan angan berubah menjadi kenyataan.

Orang orang bermental ikan mujair, yang setelah mencoba beberapa kali kemudian mengibarkan berdera putih pada nasib. Ia takluk sebelum peperangan sesungguhnya dimulai. Kalah padahal belum mengerahkan tenaga secara maksimal. Apa yang terjadi dengan mereka kemudian, adalah menjadi amat benci dengan istilah gagal. Kegagalan menjadi momok menakutkan yang dianggap selalu menjegal langkahnya dalam meraih mimpi mimpi. Ada orang orang yang jatuh dalam lubang kegagalan lalu tak dapat bangkit lagi. Mereka terpuruk sambil terus mengutuki diri kalau tuhan melahirkan mereka kedunia hanya untuk jadi pecundang. Mereka menjadi asosial karena merasa minder dengan kegagalan yang telah dialami. Yang dilakukan hanya mengurung diri dalam kamar, menjadi pesakitan sambil diam diam mengubur mimpi untuk tidak diperjuangkan lagi.

Begitu menakutkankah kegagalan hingga ia amat dibenci ? saya teringat dengan ucapan Thomas Hendry Huxley, “Terdapat faedah luar biasa dalam mengalami beberapa kegagalan awal dalam hidup”. Sementara Dr Booker T Washington berkata, “saya telah mendapati bahwa ukuran kesuksesan bukan sekedar tergantung pada prestasi yang telah dicapai tetapi juga tergantung pada berapa kali dan berapa tahap kesukaran telah diatasi dalam mencapai kedudukan itu”. Baik Huxley atau Dr Washington memiliki pandangan sama, jika dibalik kegagalan terdapat manfaat bagi seseorang yang telah mengalaminya. Ia ibarat pil pahit untuk orang yang sedang mengalami demam tinggi. Meski rasanya tidak enak namun setelah memaksakan diri untuk meminumnya orang itu dapat sehat kembali. Ia ibarat bara api yang membakar emas mentah. untuk dapat menjadi perhiasan mewah, emas harus ditempa oleh bara yang sangat panas. Rasanya memang pedih, sakit dan membuat siapapun menitikan air mata Namun setelah pembakaran usai, ia akan dipajang di counter counter perhiasan dengan harga mahal Tiap orang berebut ingin memilikinya.

Kegagalan seharusnya tidak dianggap sebagai musibah tapi anugrah dari tuhan yang ingin menjadikan hambanya semakin bermutu baik secara mental dan intelektual. Semakin sering kegagalan dialami harus semakin bersukur manusia karena ia telah dipilih untuk menjadi sosok yang kompeten. Itu karena mentalnya akan dididik dari yang semula lemah menjadi kuat. Tekatnya akan dilatih dari yang semula mudah menyerah menjadi konsisten berjuang dengan selalu siap menghadapi tantangan macam apapun. Dalam sebuah pidato Bung Karno bercerita, kalau dalam kisah pewayangan terdapat sebuah negri bernama Utara kuru. Dikatakan dinegri utara kuru itu kalau musim kemarau tidak ada panas yang terlalu panas, kalau musim hujan tidak ada dingin yang terlalu dingin, semuanya selalu tenang, nyaman dan damai. Dalam istilah Bung Karno inilah negri yang, adem tenterm kadinyo sinaram banyu ayu swindulawase. Beliau kemudian bertanya, “Apakah negri seperti ini bisa menjadi negri besar? tidak ! negri seperti ini tidak akan menjadi negri yang besar karena tidak ada a up and down up and down. tidak ada perjuangan. Apakah engkau ingin menjadi bangsa seperti itu saudara saudara?”, tidak !. kita (bangsa Indonesia) ingin menjadi suatu bangsa yang sepertinya tiap hari digembeleng dengan keadaan. digembleng hampir hancur lebur bangun kembali, digembleng hampir hancur lebur bangun kembali. Hanya dengan cara demikian kita akan menjadi yang bangsa berotot kawat tulang besi”.

Dengan memahami arti kegagalan kita akan siap menghadapi hujan paling hebat karena setelahnya niscaya muncul pelangi. Kita akan siap melewati malam paling gelap karena setelahnya niscaya terbit fajar. Kita akan siap mengarungi amuk badai paling menakutkan karena setelahnya lahir nahkoda nahkoda ulung sepanjang masa. Jatuh bangun mengalami kegagalan bukannya membuat patah arang, tapi justu membuat diri semakin percaya, betapapun sukar mimpi mimpi harus diperjuangkan sampai berhasil, seperti halnya ikan ikan terbang yang terus melompat kehulu sungai ketika hendak menetaskan telur.

www.sanursukur.blogspot.com

Komentar

Postingan Populer