MENAKAR MORALITAS ANGGOTA dEWAN DENGAN CINCIN DAN LENCANA

Kita hanya bisa menggelengkan kepala ketika tahu kalau Sekertariat Jendral dpr menganggarkan dana Rp 4.974.200.000 untuk pengadaan cinderamata bagi 550 anggota dewan jelang masa pensiun. Detik news dalam beritanya yang dirilis 10 Juni 2009, menulis dana sebesar itu dialokasikan untuk keperluan sebagai berikut, Anggaran cincin berlogo dpr senilai Rp 1.925.000.000 Anggara lencana ukuran besar senilai Rp 1.649.200.000 Anggaran Lencana ukuran kecil senilai Rp 1.400.000.000 Apabila hal ini benar benar menjadi kenyataan dan diterima oleh anggota dewan yang mulia, maka pertayaannya kemudian, dimana moralitas mereka sebagai wakil rakyat ? Apakah ditengah carut marut kondisi ekonomi dan rendahnya kesejahteraan penduduk seperti sekarang, barang barang mewah dengan harga selangit menjadi sesuatu yang vital untuk dimiliki sebagai tanda perpisahan ? Dengan gaji bulanan plus tunjangan tunjangan sebesar Rp 46,1 juta, ditambah rumah dan mobil dinas, masih pantaskah mereka menerima segala kemewahan tersebut ? Padahal kalau mau jujur dipelosok pelosok daerah kabar buruk soal sukarnya rakyat menjalani hidup masih santer terdengar. Tentu belum hilang dalam ingatan anggota dewan yang mulia, berita kelaparan masal di Yakuhimo Papua, ibu hamil dan anaknya yang meninggal karena lapar di Makasar, kejadian luar biasa busung lapar di Ronte Ndao, Nusa Tenggara Timur atau tiga bayi yang tewas mengenaskan setelah gagal melewati masa kritis akibat gizi buruk di Mojokerto ? Tentu merekapun tahu angka putus sekolah siswa SD setiap tahun rata-rata berjumlah 600.000 hingga 700.000 orang, Sementara siswa SMP yang tak dapat melanjutkan pendidikann mencapai 150.000 hingga 200.000 orang ? lewat sejumlah media cetak, mereka pastinya membaca berita soal Yani Suryani (39 tahun) pasien tumor jinak disekujur tubuh yang membutuhkan bantuan dana untuk oprasinya atau Winda Agustina (8 tahun) penderita hidrosefalus yang sama sekali belum mendapatkan perawatan medis karena tidak mampu membayar biaya rumah sakit ? Kalau anggota dewan yang mulia menggunakan neraca skala prioritas dalam menimbang putusan dan mencoba bersikap empati pada contoh contoh kasus diatas, tentu uang sebesar itu terasa sangat mubazir jika hanya dibelanjakan untuk cincin dan lencana. Menjelang masa pensiun mereka harusnya merasa malu, dpr bukanya mendapat reward dari rakyat karena kinerja yang memuaskan namun malah dikategori sebagai lembaga terkorup ditanah air. Beberapa anggotanya seperti saleh djasit, hamka yandhu, agus condro, sarjan taher, al-Amin nasution dan yusuf emir faishal tersangkut perkara hukum. Belum lagi skandal sex seperti yang dialami yahya zaeni, telah membuat citra dpr makin jatuh dimata rakyat. Gagasan konyol soal pemberian cincin dan lencana harusnya tidak pernah muncul karena tiap anggota dewan adalah perwujudan dari aspirasi, gagasan dan suara rakyat yang mereka wakili. Sangat tidak dapat diterima oleh akal sehat ketika anggota dewan menerima cindera mata berupa benda benda mewah sementara rakyat yang mereka wakili untuk makan saja harus pinjam sana sini. Kalaupun tetap harus memberi cinderamata jelang masa pensiun, akan lebih baik bila bentuknya berupa sertifikat seharga Rp 5.000 saja pada mereka. Selain berhemat, sisa dananya bisa dialokasikan untuk keperluan lebih penting seperti memberikan beasiswa gratis pada siswa miskin atau biaya pengobatan cuma cuma bagi siapapun yang membutuhkan. Namun bila kelak cincin dan lencana akhirnya diberikan kemudian anggota anggota dewan yang mulia menggunakannya untuk kepentingan pribadi saja, maka pertanyaan kita diawal soal moralitas terjawab sudah, kalau ternyata wakil wakil kita yang mulia memang tidak punya moral. Sumber tulisan 1.http://berita.liputan6.com/politik/200906/232905/ICW.Tak.Tepat.Cincin.Emas.untuk.DPR 2. http://nusantaranews.wordpress.com/2009/03/05/daftar-anggota-dpr-bermasalah- beserta-partainya/ 3.http://www.menegpp.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=117:putus-sekolah-masih-menjadi-masalah&catid=39:anak&Itemid=92 4. http://blog.faisalsaleh.net/2009/03/06/daftar-anggota-dpr-koruptor-dan-bermasalah-beserta-partainya/ 5. http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/245698/ 6. http://detik.com/Rincian Pengadaan Cincin Emas & Lencana Anggota DPR sumber foto : http://irfanchemist.wordpress.com/2009/04/07/inikah-wakil-rakyat/

Komentar

Lilis Indrawati mengatakan…
Hanya satu yang bisa saya katakan:
Selain berbakat menjadi pengamat militer (seperti yang pernah saya katakan)
Anda juga berbakat menjadi pengamat politik. Analisisnya mantap dan dari dalam hati.
Asah terus...
(Komentar tentang konten tulisan: saya turut prihatin atas "musibah" yang dialami bangsa ini)
sanur mengatakan…
terimakasih atas dukungannya, saya harus lebih banyak belajar dari penulis senior seperti bunda...yaa memang ternyata begini kenyataanya..pemimpi dan rakyat seperti minyak dan air tak bisa bersatu walau hanya soal penghematan dana negara
Anonim mengatakan…
ngolok-ngolok duit doank mere pejabat DPR cincin mah...
lebih baik juga buat rakyat, lebih bermanfaat.. kenapa juga ada DPR kalo gak bisa ngawakilan rakyatmah....
ngan bisa ngahambur-hamburkeun duit rakyat doank.....

v kamu memang jago uy tulisannya top margotop dagh....
salut ti kang manshur cepot yeuh...
hehehehe
Anonim mengatakan…
rusaknya sistem sosial yang lebih tinggi tentu juga merusak sistem sosial yang lebih rendah. rusaknya moralitas anggota dewan, merusak kehidupan masyarakat banyak. sy prnh baca hadits Rasulullah (dlm keyakinan sy sebagai Muslim) bahwa salah satu tanda akhir zaman adalah ketika orang2 bodoh (bkn ahlinya) mengurusi hajat publik.
sanursukur mengatakan…
@ kang mashur iya..hatur nuhun dukungan nana..mugi2 engke har robih situasina..amin..tapi iraha robih na ? tah eta mah duka waleran nana. nu penting mah urang berjuang sanaos teu karaos dampak na. pokok na urang mah tos ngalakukeun sesuatu

@karumbu...merefleksi rasul sebagai contoh, kita seperti kehilangan figur pemimpin saat ini. karena yang bernama pemimpin seperti minya dan air dengan rakyat. berbeda dari materi atapun sis hati

Postingan Populer