Etika Samurai: Seppuku Tak Sekadar Bunuh Diri


Artikel ini menjadi pemenang ke dua dalam lomba menulis jadiberita  pada Maret 2012

Masalah mustahil selesai dengan melarikan diri. Tiap kesalahan musti dipertanggung jawabkan secara ksatria, karena memang begitulah yang tergaris, terutama pada jalan para samurai. Seppuku merupakan cara tuk menunjukan kesungguhan hati seorang samurai untuk menebus kesalahannya. Apakah ia kalah dalam pertarungan, ditangkap musuh atau gagal melindungi tuan mereka. Istilah seppuku sendiri lazim digunakan oleh para samurai, sedang orang awam menyembutnya harakiri.


Buku hagakure menyebutkan, “Kita semua mau hidup. Dalam kebanyakan perkara kita melakukan sesuatu berdasarkan apa yang kita suka. Tetapi sekiranya tidak mencapai tujuan kita dan terus untuk hidup adalah sesuatu tindakan yang pengecut. Tiada keperluan untuk malu dalam soal ini. Ini adalah Jalan Samurai (Bushido). Jika sudah ditetapkan jantung seseorang untuk setiap pagi dan malam, seseorang itu akan dapat hidup walaupun jasadnya sudah mati, dia telah mendapat kebebasan dalam Jalan tersebut. Keseluruhan hidupnya tidak akan dipersalahkan dan dia akan mencapai apa yang dihajatinya.”

Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan penulis Jeff Cohen, “Kematian dalam menjaga kesetiaan menjadi pilihan paling terhormat bagi para ksatria.” Lebih jauh Cohen mengatakan, “Tidak mungkin menolak apa yang sudah datang, dan berakhir dengan cara kematian akan lebih abadi dan terhormat.”

Adapun cara membelah perut merupakan cara paling jujur dalam menjemput kematian. Pasalnya pelaku seppuku akan merasakan sakit yang sangat, yang tak semua orang berani menghadapinya. Kenapa pula perut? Karena pada zaman dulu para samurai meyakini disanalah tempat bersemayamnnya jiwa.

Irasional dalam pandangan barat, namun apalah arti rasio bagi orang yang menjunjung tinggi martabat diri dan kaumnya. Taira Tomomori mengakhiri hidup setelah merasa diabaikan oleh Munemori Rajanya dalam perang gempei. Tomomori mendesak agar sang raja menyingkirkan seorang jeneral karena diragukan setiaannya. Namun raja menolak. Lepas itu Apa yang dikhawatirkan Tomomori terjadi, saat pertempuran Dan No Ura (1185) jenderal itu mengkhianati perjuangan Taira.

Sementara 47 Ronin dari Ako melakukan Seppuku untuk membalaskan dendam tuan mereka Asano Takumi No kami pada Kira Kozuke no Suke Yoshihisa. Asano yang bertikai dengan Kira melukai pejabat istana itu dengan wakizashi di ruangan bernama Matsu no Oroka, tempat para Daimyo berkumpul. Hal tersebut membuat Tokugawa Tsuneyoshi sebagai Shogun marah lantaran terjadi dalam istana. Pada hari itu juga Asano diperintahkan untuk melakukan seppuku serta hak hak istimewanya sebagai Daimyoo dicabut.

Para samurai yang mengabdi pada Asano tak lagi memiliki tuan dan mereka menjadi ronin. Pembalasan dendam ke 47 Ronin tak pula dibenarkan oleh istana. Setelah dendam dituntaskan dengan terpenggalnya kepala Kira, mereka menyerahkan diri dan menanggung apa yang telah diperbuat dengan cara mengakhiri sendiri hidup mereka. Adapun Yamamoto Kansuke Haruyuki (1501-1561) melakukan hal serupa setelah membuat rencana yang justru membuat raja berada dalam bahaya.

Lambat laun arti seppuku bergeser dari konteks yang sebenarnya. Dalam prespektif kekinian seppuku dapat diartiken sebagai mengakui kesalahan dengan jiwa yang lapang. Pejabat tinggi negara atau pemimpin perusahaan memilih untuk mundur bila gagal melaksanakan tugas dengan baik atau membuat sesuatu yang dianggap sebagai aib untuk diri dan bangsanya.

Menteri luar negeri Seiji Maehara misalnya, memilih untuk menanggalkan jabatannya setelah mendapat tuduhan menerima uang dari uang asing sebesar 50.000 Yen atau setara dengan Rp 5,3 Juta. Menurut undang undang konstitusi pejabat negara dilarang menerima uang dari orang asing. Dalam jumpa pers di Tokyo pada 6 Maret 2011 engan jiwa besar Maehara berkata, “ Saya minta maaf kepada rakyat Jepang atas keresahan politik ini,” 

Hal lain ditunjukan oleh Orang nomor satu Toyota Motor Corporation Toyoda Aiko didepan kongres AS pada 24 Februari 2010. Kehadiran cucu pendiri Toyota itu berkaitan dengan macasalah penarikan produk Toyota sebanyak 8,5 juta unit. Secara ksatria ia bersaksi dan menjawab pertanyaan anggota parlemen AS. Dirinya memita maaf dengan berulang kali mengatkkan,Deeply sorry” atas kasus yang memakan korban kecelakaan. Tampak dilayar kaca bagaimana sikapnya membugkuk penuh rasa hormat saat mengungkapkan perasaanya. “Kami tidak akan pernah lari dari tanggung jawab atau membiarkan masalah ini begitu saja. Saya justru khawatir dengan pertumbuhan kami yang terlalu cepat.” Lebih jauh iapun berkomitmen, “Anda sudah mendengar komitmen pribadi saya bahwa Toyota bekerja keras, tanpa henti memperbaiki kepercayaan terhadap pelanggannya”.

Sedang perdana menteri Yukio Hatoyama 53 tahun, mundur dari jabatannya pada 2010 setelah gagal merealisasikan janji kampanyenya yakni memindahkan pangkalan militer Amerika Serikat di pulau sebelah selatan Okinawa.

Jaman selalu melahirkan anak Jaman ujar pemeo lama. Pada era samurai meminta maaf dengan cara memburai perut. Kini mengakui kesalahan serta kegagalan kemudian memperbaikinya dengan kerja keras, komitmen dan kesungguhan adalah wujud lainnya. Tak akan menjadi hina seseorang yang mengakui kelemahannya. Dengan demikian ia dapat belajar dengan segenap kerendahan hati untuk menggapai kegemilangan pada masa selanjutnya. Yang hina adalah ketika mulai sibuk mencari macam macam alasan, melakukan pembenaran dan membela diri. Yang lahir kemudian bukan simpati tapi antipati. Bagaimana dengan kawan?

Komentar

Postingan Populer