Peran Mahasiswa Bahasa Jepang Dalam Memberdayakan Masyarakat Sekitar Kampus

Makalah saya yang dibantai dewan juri dulu, daripada mubazir diposting aja di sini sekarang

Sudah selaiknya kampus tak menempatkan diri pada posisi menara gading. Segala macam materi perkuliahan, diktat dan postulat kan sia sia bila sekadar berkutat di dalam kelas. Padahal Tri Dharma Pendidikan Tinggi jauh jauh hari telah menggrariskan kalau pengabdian pada masyarkat jadi salah satu unsur yang musti dipenuhi oleh segenap civitas akademika selain pendidikan dan penelitian.

Fakultas Bahasa Jepang dalam hal ini menanggung beban moral seperti fakultas fakultas lain. Apakah ilmu ilmu yang didapat bisa berguna bukan hanya untuk diri tapi juga lingkungan? Atau seperti lagu lama yang sering didengar, mahasiswa sekadar kuliah, memenuhi absen, ujian dan lulus. Dengan begitu segala perkara dianggap tuntas.

Peta Masyarakat Kita
Salah satu elemen yang sering luput dari perhatian mahasiswa adalah masyarakat yang tinggal di sekitar perguruan tinggi. Padahal masyarakat dapat dijadikan partner untuk merepresentasikan kerja kerja sosial mereka. Masyarakat sekitar kampus ibarat miniatur Indonesia dengan segala kompleksitas masalahnya. Adapuun masalah yang dapat dikatakan masih memeroleh lebel ‘laten’, itu itu melulu dan tak kunjung tuntas ialah soal pengangguran dan pendidikan.

 Dua masalah ini memang setali tiga uang. Kepala BPS Rusman Heriawan menandaskan per Maret 2011 jumlah warga miskin di Indonesia sebesar 30,02 juta jiwa. Faktor pendidikan yang rendah, skill yang belum mumpuni, kurangnya akses informasi serta tak adanya sokongan modal untuk merinris usaha mandiri membuat mereka gelagapan bila musti bersaing dengan entitas masyarakat tertentu, yang lebih terdidik macam lulus peguruan tinggi. Mereka terpaksa harus terpental dari persaingan dunia kerja secara formal yang ketat.

Ekses paling kentara dari masalah di atas ialah melonjaknya jumlah pengangguran. Masih menurut BPS,  hingga Februari 2011 terdapat 8,59 juta jiwa orang yang tak memiliki pekerjaan. Lebih jauh secara umum pada tahun ini jumlah angkatan kerja di tanah air mencapai 119,4 juta orang. Angkanya naik 2,9 juta bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni 116,5 juta.

 Ekses lain adalah tetap tingginya jumlah angka putus sekolah atau tak sanggup melanjukan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Seperti diungkapkan Kepala Bagian Perencanaan dan Penganggaran Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kemendiknas Nono Adya Supriatno, saat ini terdapat  hampir 50 juta siswa miskin di Indonesia. Adapun detailnya adalah, 27,7 juta siswa di bangku tingkat SD, 10 juta siswa tingkat SMP, dan 7 juta siswa setingkat SMA. Nono menandaskan, “Siswa di SMP, hanya 23 persen yang mampu meneruskan ke tingkat SMA. Sisanya tidak bisa meneruskan, di antaranya ada yang terpaksa bekerja."  Hal ini senada dengan pengalaman penulis saat melakukan wawancara infomal ketika akan merintis sekolah alternatif di kawasan Cikutra bandung. Ketua RW setempat mengatakan bila warganya kebanyakan hanya lulusan SMA dan tak sanggup melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Peran Nyata Mahasiswa Bahasa Jepang
Perubahan mustahil terjadi bila entitas terdidik macam mahasiswa hanya diam. Dibutuhkan pioneer pioneer yang berani bergerak saat yang lain masih bersikap apatis. Mahasiswa Bahasa Jepang punya modal lebih dari cukup tuk berbuat nyata bagi masyarakat sekitar kampus. Adapun berbuat bukan berarti menggurui, mendominasi apalagi memonopoli. Lantaran hal yang paling penting adalah sinergi saling menuntungkan di antara kedua belah pihak. Seperti diungkapkan Rektor Universitas Muhamadiyan Malang Drs Muhadjir Effendy, MAP, "Saya memang mengharapkan hubungan antara kampus dengan masyarakat merupakan hubungan yang sangat baik, dalam arti ada mutual benefit dan juga ada mutual understanding. Saling memahami keberadaan masing-masing, tetapi juga ada saling berbagi manfaat. Itu yang menjadi komitmen saya sejak semula." Karena itu konsepsi harus segera dirumuskan. Rencana dan program kerja harus pula menyertainya.

1. Sumber Dana
Apabila kita petakan terdapat sejumlah masalah yang musti dihadapi oleh para mahasiswa. Yang pertama adalah masalah dana. Tidak jarang suatu konsep kerja sudah matang dari LSM atau komunitas kemahasiswaan harus mentah bila berhadapan dengan masalah finansial.

Dalam hal ini mahasiswa bahasa Jepang dapat bekerjasa dengan pihak Kedutaan besar negara matahari terbit itu. Melalui program NGO (Non Goverment Organisation), pemerintah Jepang getol menyalurkan bantuan hibah untuk proyek kerja sama pemangunan sosial dan ekonomi tingkat akar rumput (Grass Root). Jumlah dananya pun tak tanggung tanggung yakni sebesar 10 juta Yen atau sekitar lebih kurang 750-800 juta rupiah. Seperti dilansir web id.emb-japan.go.jp pihak yang berhak menerima bantuan tersebut adalah lembaga nirlaba yang beregerak di bidang pembangunan sosial dan ekonomi massyarakat.

Sebagai contoh adalah apa yang terjadi di Jakarta. Yaitu saat kedutaan besar Jepang memberikan dana hibah bagi sejumlah proyek sosial. Dalam paparannya duta besar Jepang untuk Indonesia Yohsinori Katori mengatakan, "Pemberian program hibah ini difokuskan terhadap ibukota Jakarta sebagai bentuk rasa terima kasih Jepang karena warga Jakarta telah banyak membantu warga kami." Seperti diketahui terdapat 12000 warga Jepang tinggal di Indoesia saat ini dan 8000 diantara menetap di Jakarta. Adapun organisasi yang menandatangai kontrak diantaranya, Forum Komunikasi Pengelolaan Kualitas Air Minum Indonesia (FORKAMI), Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Jakarta Timur, Jakarta Green Monster, dan Yayasan Rahmatan Lil Alamin Jakarta Timur.

Apabila dapat mengajukan proposal dengan apik, dapat dipetanggung jawabkan dan trasparan, dana tersebut bisa langsung disalurkan melalui pihak kampus dalam hal ini Jurusan Bahasa Jepang. Kemudian Jurusan menyalurkannya lagi pada mahasiswa untuk diberdayakan pada masyarakat. Posisi tawar mahasiswa jurusan Bahasa Jepang lebih tinggi bila dibanding dengan jurusan atau organisasi lain. Apa pasal? Lantaran baik mahasiswa dan pihak pemerintah Jepang memiliki ikatan emosional lebih kuat baik secara kultur, bahasa dan budaya. Selain itu mahasiswa dapat dibilang entitas yang kredibel ketika penyelewengan dana merajalela di kalangan lembaga pemerintah di tanah air.

2. Pendidikan Skill vs Pendidikan Karakter
 Pada tahap selanjutnya, sebagai langkah nyata mahasiswa dapat mendirikan sekolah alternatif. Secara teknis sebelum mendirikan sekolah mahasiswa dapat berkomunikasi lebih dulu dengan tokoh masyarakat setempat seperti ketua RT, RW atau Lurah untuk mendata masyarakat yang belum bekerja, putus sekolah dan tergolong miskin.
         
 Ruang kelas apabila memungkinkan dapat menggunakan aula serba guna karang taruna. Kalaupun tidak, kosan atau rumah warga yang disewa dapat dijadikan pilihan lain. Hal paling penting adalah sekolah tersebut musti benar benar berpihak pada kepentingan masyarakat. Mereka tak perlu lagi membayar atas materi pendidikan yang didapat. Adapun jenis materi yang diberikan harus benar benar aplikatif bila kelak digunakan baik di dunia kerja atau dalam usaha mandiri. Misalnya kemampuan komputer, sablon, keahlian bengkel dan lain lain.
         
Tentu mahasiswa dalam hal ini tak dapat bergerak sendiri. Bekerja sama dengan ahli dalam bidang bidang tersebut adalah pilihan bijak. Ada banyak lembaga lembaga pendidikan skill yang saat ini hadir dipelbagai tempat. Mahasiswa dengan dana yang didapat dapat membelanjakannya pada tolls atau alat, seperti komputer, alat sablon, atau alat alat yang berkaitan dengan dunia bengkel. Sedang para mentor mengajar dengan segenap kopentensinya. Mahasiswa pun dapat menggaet sponsor untuk melaksanakan pelatihan. Untuk usaha bengkel misalnya, mereka dapat menjalin jejaring dengan industri otomotif Jepang yang ada ditanah air. Pabrik motor atau mobil Jepang diharap dapat mengirim mekaniknya atau alat peraga untuk kemudian dijarkan pada masyarakat.

Adapun program yang telah berjalan musti pula berkelanjutan. Setelah peserta didik selesai mengikuti materi, mereka tak dilepas begitu saja. Mahasiswa dapat menyalurkan masyarakat yang belum bekerja namun memiliki potensi untuk bergabung di perusaan perusahaan industri otomotif Jepang sebagai tenaga mekanik. Bukankah saat ini terdapat dealer dealer perusahaan itu di tiap kota? Tentu masih terbuka peluang yang sangat lebar bagi masyarakat untuk bergabung dengan dealer tesebut. Atau memodali mereka untuk membuka usaha mandiri. Dengan dana hibah yang didapat akan banyak masyarakat yang bisa merasakan dampak positifnya bila disalurkan dengan cara yang benar.

Di lain waktu mahasiswa dapat pula mengadakan semacam pelatihan bisnis bagi para pedagang kaki lima di sekitar kampus. Nyatanya para pedagang ini sudah memiliki usaha sendiri meski maskih berskala kecil. Dengan pelatihan yang diberikan, baik secara langsung atau melalui para pembicara yang diundang secra khusus diharapkan para pedagang dapat meningkatkan kualitas barang dagangannya dan kuantitas pendapatannya. Pada pedagang dapat diajari misalnya cara mengemas makanan agar tampak lebih menari. Gerobak yang digunakan bisa juga dimodifikasi hingga tampilannya menjadi lebih menarik. Sedang dari segi pemasaran, mahasiswa dapat membantu melalui jejaring sosial di internet pada kawan kawan sekampusnya.
         
Adapun hal yang sama pentingnya dengan pendidikan skill adalah pendidikan karakter. Berkaitan dengan hal ini, dalam kurikulum pendidikan Fakultas Bahasa Jepang terdapat mata kuliah Nihon Jijo atau sejarah kebudayaan Jepang. Sejarah kebudayaan tak melulu berkutat pada urutan tahun dan angka angka. Lebih dari itu nilai nilai keJepangan pun layak diterapkan. Sebagai contoh mahasiswa bahasa jepang dapat menyampaikan mengenai semangat Gambaru. Gambaru sendiri dalam idiom Jepang adalah, “Doko made mo nintai shite doryoku suru.” Yang artinya  bertahan sampai kemana pun juga dan berusaha habis-habisan. Dengan memegang pandangan ini orang jepang menjadi tak manja dan mudah menyerah. Persoalan dianggap sebagai kewajaran dalam hidup yang dinamis. Mereka tidak berharap menerima kemudahan dengan cuma cuma  karena hidup pada dasarnya memang sulit.

 Di Jepang sendiri, hal itu tercermin dari sikap anak sekolah yang didik untuk tak mendramatisir masalah. Bila hanya mengalami pilek ringan atau demam 37 derajat mereka tidak usah boles sekolah. Jadwal belajar diimbau untuk diikuti seperti biasa, dari pagi sampai sore. Alasannya mereka akan kuat menghadapi penyakit jika berani melawannya. Kaisar memberi teladan yang lain. Pasca tsunami beberapa waktu lalau ia berucap, “Motto gambatte kudasai, taihen dakedo, isshoni gambarimashoo (Jangan menyerah, ayo berjuang lebih keras lagi. Saya tahu ini sulit, tapi ayolah berjuang bersama-sama!).” Tak ada lagu lagu melankolis ditelevisi. Tak ada tayangan dramatis dengan gambar orang menangis tersedu sedu. Baik pemerintah dan rakyat bergerak dalam satu napas yang sama. Napas untuk kembali bangkit tanpa kenal menyerah.

  Pendidikan karakter nyatanya masih terpinggirkan di negeri ini. Lembaga pendidikan formal macam sekolah dan kampus lebih mengutamakan kepandaian integensia. Nilai akademik menjadi prioritas utama. Bisa jadi mereka menjadi pintar, nilai nilai merekapun baik tapi yang lahir kemudian adalah sosok manja, kolokan dan mudah menyerah bila menghadapi persoalan yang real di masyarakat. Hal tersebut tak kita kehendaki di sekolah alternatif. Mahasiswa dapat menjadi mentor mentor yang aktif dalam menularkan semangat pantang meyerah pada peserta didik. Di lain waktu mahasiswa juga dapat mengundang mahasiswa asing atau dosen dari Jepang untuk memberi materi. Dengan begitu peserta didik dapat berkomunikasi dan menggali informasi dengan pihak yang memang kompeten.
         
Penulis Asma Nadia berkata, “Jangan menunggu sempurna, karena selalu ada yang lebih baik atas segala hal. Langsung action apa adanya!.” Memberdayakan masyarakat sekitar kampus adalah suatu tuntutna bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa Bahasa Jepang. Dengan segala potensi yang ada mereka menjadi tak hanya pandai secara personal tapi juga sosial. Bila dua kecerdasan itu sudah bersinergi maka harapan untuk menyongsung perubahan yang lebih besar baik secara sosial dan ekonomi semakin terbuka.

Sumber
http://www.id.embjapan.go.jp/oda/id/projects/grassroot/odaprojects_grassroot_application.htm
http://m.detik.com/read/2011/05/05/124514/1633086/4/jumlah-pengangguran-di-indonesia-tersisa-812-juta-orang
http://www.gemari.or.id/artikel/1011.shtml
http://finance.detik.com/read/2011/07/01/122502/1672520/4/bps-jumlah-orang-miskin-berkurang-1-juta?f990101mainnews

Komentar

borescope mengatakan…
nice info gan, mantap
timbangan mengatakan…
artikelnya keren gan
suguh kurniawan mengatakan…
@borescope & timbangan, thanks udah kunjungan. seneg bisa saling share

Postingan Populer