Peringatan Langit & yang Lainnya



PERINGATAN LANGIT

Dengar kawan,
Tuhan tak bicara lewat tutur yang menjulur
dari renggang rongga kerongkongannya
jua tak berucap melalui bibir kelu
nun lindapkan beribu ribu untaian katanya.

            Adakah kau dapat membaca pertanda
            tika bumi bergetar dan air laut tumpah?
            Adakah kau bisa mengkaji
            teka teki dibalik amuk badai dan terjang segara?

Atau memang matamu terlampau lamur oleh berahi
Membuat kau gelagapan saat memijak langkah
dan memandu arah kembara mu

            Adakah setuak anggur kau reguk hingga kepayang?
            Adakah selenggok dendang asmara tak lekang kau senandungkan?

Sementara bumi tempatmu berpijak telah terbelah
Kau masih meracau hilang akal
Sambil memabuki serakan sampah
sisa kenduri tadi malam

Tika segalanya benar benar lenyap
Tinggal Tuhan sendiri menjelaga
Sembari dedahkan perkara,
“Kiranya Kalian Tak Insyaf Jua”


KERETA PENGHABISAN           
(kepada Para Relawan yang Gugur Dimedan Laga)

Biarkan ia melenggang,
turut jadwal terakhir tuju peraduan
Derak lokomotif lamat lamat hilang
dibalik gelegak awan panas
yang garang merajami raga
Debu debu mengaburkan jejak langkah
dan derap panjang karavannya

Usah kita simpan gulana dalam asa
Air mata serta sedu sedan tumpah percuma
Lantaran ia tlah rebah bersandar diatas peron
Dimana laju keretanya tak lagi henti dipersinggahan
Namun langsung menerbas
Katup tebal rapat pintu pintu surga


IKRAR
(Jilat Bara Lepas Bencana)

Salah bila kau anggap kami hilang tambatan
setelah berlipat lipat gunungan ombak
menerjang dusun kami yang telanjang.
Kami adalah batu granit keteguhan
meruncing tajam hadang cambuk dera percobaan

Salah bila kau anggap kami berlarian lintang pukang
setelah berlipat lipat awan hitam
membekap kampung kami yang kuyup
bersimbah kedipan bintang
Kami adalah seberkas bulan purnama
Pendar terang hingga gapai tapal batas cakrawala

Diantara sisa serakan abu dan tindihan debu
Diantara  sisa genangan air laut dan amis bangkai manusia
Kami bersaksi,
Kendati nasib suram menilam diri bagai beludru
dan coreng gincu belepotan memulas sekujur tubuh,
tak kan surut kaki melangkah
derap mantap ke hadapan

Komentar

Postingan Populer