Seksinya Unsur Motivasional Madre



Saya baru beli buku Madre karya Dee hari minggu tanggal 26 Mei lalu. Saya memang agak terlambat baca buku itu karena filmnya sudah tayang di bioskop dan cetakan pertamannya pada Juni 2011. Dalam buku ini terdapat 13 karya yang terdiri dari cerpen dan puisi,  yang terbitkan Bentang Pustaka dengan tebal 160 Halaman.

Beberapa karya sudah saya baca. Salah satunya Madre yang ditempatkan di halaman awal dan merupakan karya dengan jumlah halaman terbanyak (72 hal). Secara umum kawan-kawan (khususnya penggemar Dee) tentu sudah tahu jalan ceritanya. Tapi bagi kawan-kawan yang sama sekali belum baca akan saya coba sampikan sinopsis singkatnya.

Segalanya bermula dari Tansen. Ia mendapat warisan dari Kakeknya yang telah wafat Tan Sin Gie Berupa sebuah kunci. Tansen mulanya tak tahu kunci apa itu. Tapi setelah pergi ke daerah Jakarta Kota, didapatinyalah  sebuah toko roti tua Tan De Bakker. Toko tersebut  telah lima tahun tutup. Kemudian atas bantuan Pak Hadi mantan kariawan dan kini penungu toko  barulah Tansen tahu bila kunci yang dipegangnnya adalah kunci kulkas tua.

Kembali ditemani Pak Hadi,  Tansen membuka lemari es itu dan mendapati  adonan biang roti yang telah berusia puluhan tahun. Itulah adonan turun-temurun  TokoTan De Bakker hingga karenanya Tan De Bakker memiliki citarasa unik, enak dan tak ada tandingnya. Pak Hadi menyebut Adonan biang itu sebagai Madre, yang artinya ibu dalam bahasa Spanyol, juga ibu atas roti-roti lain.


Cerita  Madre kemudian berkembang lebih luas. Bagaimana Tansen yang urakan, hidup tanpa aturan, bebas dan seenaknya musti melanjutkan usaha toko roti kakeknya. Tansen nyaris urung menjalankan usaha toko rotinya dan bermaksud kembali ke Bali, tempat di mana ia lebih banyak menghabiskan waktu. Tapi dengan dukungan pak Hadi ia bangkit. Setelah muncul tokoh Mei yang berniat membeli adonan biang Madre dan mantan-mantan karyawan Tan De Bakker seperti bu Cory, bu Sum,  bu Dedeh dan pak Joko.

Saya tak akan menceritakan semua isi cerita, biar kawan-kawan yang belum baca jadi penasaran dan tertarik untuk baca. Saya selanjutnya ingin membahan Madre dari prespektif lain. Setelah membaca cerita Madre saya dapat menarik pesan moral yang patut dikaji lebih jauh.

  1. Dedikasi tanpa Batas
Mantan Mantan Karyawan Tan De Bakker di antaranya Pak Hadi, bu Corry, bu Sum,  bu Dedeh dan pak Joko telah berusia renta. Rata-rata usia mereka telah mencapai usia 70-80 tahun. Masa kerja mereka berkisar selama 30-40 tahun. Dengan tenaga yang sudah tak lagi fit, usia yang sudah renta dan kesehatan yang menurun mereka justru masih dapat menunjukan dedikasi yang tinggi pada perusahaan.

Saat ada pesanan membuat roti dari Mei, mereka rela bekerja lembur, begadang hingga pagi. Untuk mendukung berjalannya kembali proses pembuatan roti mereka dengan swadaya menyedia bahan-bahan. Demikian dengan dengan makanan karyawan para nenek bergantian membawakannya buat mereka.Saat Tansen mengkhawatirkan kondisi kesehatan para sepuh itu, pak hadi menjawab

“Sehat itu bukan Cuma urusan badan. Dalem sini lebih penting.” Ia menunjuk dadanya kamu piker kalo kami ini ndak ngapa-ngapain dan di rumah terus kaya pajangan, kami lebih sehat?” lanjutnya. “di sini kami bahagia kami bikin seuatu. Kami ngdak jadi pikun. Ngerti?” (Halaman 56-57)
       
Dedikasi mudah diucapkan namun sulit benar diterapkan. Bila mau jujur sudah maksimalkah waktu kita gunakan saat bekerja? Berapa jam yang terbuang untuk mencuri-curi mengakses media social seperti facebook, twitter, ksype dan lainnya? Lebih jauh apa kontribusi kita untuk perusahaan? Adakah nilai tambah yang dapat diberikan atau justru kita malam menjadi beban?

Menarik apa yang kembaliu dikatakan Pak Hadi, “Rumah adalah tempat di mana saya di butuhkan.” Dedikasi mustahil tumbuh tanpa rasa cinta. Para karyawan Tan De Bakker yang sudah sepuh-sepuh itu bernteraksi bukan Cuma sebagai partner kerja tapi juga keluarga. Mereka merasa senasib dan sepenanggungan. Saat Tan De Bakker mulai collaps mereka rela tak di gaji, saat Tan De Bakker benar-benar ambruk mereka mereka  bersemangat membangkitkannya kembali.

  1. Adaptatif dengan Pekembangan Jaman
Tan De Bakker collapse bukan karena rasanya yang tak enak tapi karena strategi penjualannya yang ketinggalan jaman. Toko tersebut masih berpromosidari mulut ke mulut,  saat yang lain sudah menggunakan media online. Selain itu lokasinya hanya terdapat di satu tempat sedang yang lain telah membuka cabang di tempat-tempat lain. Tengok saja toko roti Fairly Bread milik Mei yang ditatak ekslusif di mall. Pak hadi yang baru kali pertama ke mall sampai terkesima di buatnya.

Menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman adalah cara untuk terus berkembang. Dengan begitu kita tak ketinggalan langkah dalam ‘berlari.’ Kalaupun tak lebih, paling tidak kita punya cara, strategi, usaha dan target yang sama dengan para competitor.

  1. Berani Mencoba Hal Baru
Tansen nyaris meninggalkan warisan Kakeknya melanjutkan usaha Toko Roti Tan De Bakker. Ia merasa tak memiliki kemampuan dasar membuat roti. Karena itu dirinya bermaksud meninggalkan toko itu dan kembali ke Bali untuk kerja serabutan seperti guide, instruktur surfing dan sebagainnya.

Tapi setelah diyakinkan oleh Pak Hadi iapun berusaha mencoba membuat roti. Hasilnya tak buruk bahkan dapat dikatakan berhasil. Roti buatan Tansen bentuknya mengembang dan disukai Mei sebagai pembeli pertama.  Pak Hadi berkata, “yang dibutuhkan toko ini bukan modal, Tansen. “ Ujarnya pelan. “kapanpun kami mau bikin roti, kami bisa. Tapi kami butuh pemimpin.” (Madre Halaman 37)

Peluang mustahil terbuka jika terus menutup diri. Mencoba hal-hal baru merupakan kuncinya. Adalah normal Langkah pertama mencoba niscaya dipenuhi ketakutan, langkah selanjutnya menjadi tantangan dan langkah-langkah selanjutnya adalah peluang.  Mencoba hal-hal baru akan membaut jadi kaya. Kaya tentu bukan dalam prespektif materi saja, tapi juga wawasan, pengetahuan, jaringan dan lainnya.
bila merasa takut, kawatir, tak pecaya diri atas hal-hal baru yang dicoba lantaran kita memang belum pernah menjalaninya.

Cerita Madre mengandung nilai-nilai probabilitas. Pesan moral di dalamnya secara pribadi memengaruhi saya sebagai pembaca. Menderasnya membuat saya tergerak untuk menjadi lebih baik lagi dalam berkarya baik di tempat kerja ataupun saat menulis.

Komentar

Unknown mengatakan…
aku sebenarnya suka baca buku, suka nulis sesekali. banyak buku yang sudah aku baca, kebanyakan sih buku pinjaman atau pengalihan hak milik (menghaluskan kata 'pemberian' ), sebagian yang lain hasil menukar dengan cucuran keringat sendiri (jalan kaki dari parkiran mall ke toko buku di lantai paling atas, keluarin recehan, dihitung dengan benar dan teliti, baru ditukar buku, kebayang capeknya jalan sama ngitung recehannya ) tapi sampai sekarang, seingatku, aku belum pernah baca karya Dee. ingin sebenarnya, tapi mungkin belum ketemu jodohnya. jadi penasaran juga akan dijodohkan dengan cara apa, pinjaman, pengalihan hak milik atau dengan cucuran keringat sendiri. mari kita lihat nanti....

:D
Unknown mengatakan…
Wihh kerennn (Y)
Salam kenal yahh gan ^_^

Don't Forget visit To my blog :)
www.kuya028.blogspot.com
suguh mengatakan…
@muhammad ridwan,..bisa dicoba baca, apalagi kalao kita lagi belajar nulis cerpen sama puisi.

@Fatahillah...meluncur ke tkp gan..
honjais #honja mengatakan…
Tidak ada penulis seunik Dee

Postingan Populer