MELAHIRKAN PEMUDA ISLAM PRESTATIF DENGAN KARAKTER BAKU (Bagian I)

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang


Sejak berabad silam, Sejarahwan Muslim Ibnu Khaldun telah menegaskan jika kebudayaan para pemenang akan mendominasi kebudayaan para pecundang. Sejalan dengan pernyataan itu, kenyataanya kini generasi muda Islam khususnya di Indonesia, tak cukup cekatan menangkal migrasi informasi yang berdatangan dari segala arah. Internet, televisi, radio, majalah, koran menjadi corong kepentingan pihak tertentu, yang isinya kadang tak dipilah dulu bahkan ada pula yang malah ditelan mentah-mentah.

Akibatnya para pemuda Islam jadi bulan-bulanan pengaruh sampah kebudayaan yang masuk dari luar. Ibarat kacang lupa kulit, mereka melupakan pula asal-usulnya Sebagai seorang Muslim. Nilai-nilai keIslaman tak nampak dalam pribadi mereka. Karena kini telah digantikan oleh budaya populer yang dianggap serba lux dan berkelas. Kebanggan artifisial tercermin dalam prilaku sehari-hari. Sudah jamak jika para pemuda rela mengatri sejak dini hari untuk mendapat tiket konser boy band dari luar negeri dengan meninggalkan shalat. Sudah jamak pula bila mereka bergaya, berlaku dan bersikap mirip idola mereka. prestasi tak lagi diukur dari nilai-nilai akademik atau jumlah hafalan Al Qur’an. Seorang pemuda baru dikatakan berpretasi jika sudah punya gadget terbaru, bergaul di cafe-cafe mahal, tempat hiburan malam dan sebagainnya. Di luar itu maka akan di anggap kuno dan ketinggalan jaman.

Dampak negatif lain dari hal ini adalah munculnya generasi yang labil, mudah menyerah, pesimis dan tak visoner. Konsumerisme telah mengajarkan pola hidup instan, di mana segalanya ingin di dapatkan dengan mudah tanpa kerja keras hingga batas kemampuan maksimum. Tak heran jika sekitar 25 persen dari 239 pekerja seks komersial di Sukabumi Jawa Barat adalah pelajar yang ingin hidup mewah (antarawens-Jakarta-2 Desember 2009). Tak heran pula siswa SMP kelas VIII berinisial HD di Gresik sampai nekat mencuri karena ingin memiliki sepda motor (surabayapagi.com: 18 April2013).

Dua kejadian di atas sekadar puncak gunung es bila dibanding kejadian sebenarnya. Artinya terdapat peristiwa perstiwa lebih besar namun tak nampak ke ruang publik. Tak dapat dibayangkan jika generasi macam ini yang kelak yang menjadi pemimpin-pemimpin Indonesia masa depan. Harapan membangkitkan kebangkitan Islam, rasanya hanya sekadar mimpi.

1.2.Tujuan
Tujuan dari disusunnya artikel ini adalah suatu bentuk ikhtiar untuk mengembalikan budaya Islam yang mulai redup. Budaya prestatif para pendahulunya yang teruntai dengan karya-karya agung. Pengertian budaya di sini tak berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya artistik misalnya musik, tarian atau nyanyian. Namun lebih condong pada aktifitas sehari-hari yang menjadi kebiasaan, Kemudian dari kebiasaan tersebut menjadi karakter yang mempengaruhi diri dan lingkungan.

Adapun manfaatnya dapat dirasakan bukan cuma oleh kaum Muslimin tapi juga non Muslim. Hal itu sesuai dengan visi Islam sebagai dien Ramatan lil alamiin. Tengoklah bagaimana Al Farabi menjadi ahli musik dah ahli filsafat Yunani, Ibu Sina yang mengusai ilmu kedokteran dan psikologi, Al Battani yang ahli metematika dan astonomi, Ibnu Khaldu yang sejarawan dan ahli ilmu pendidikan dan banyak nama lain.

Berangkat dari latar belakang di atas, menarik untuk mengkaji lebih dalam konsep BAKU yang digagas oleh KH Abdullah Gymnastiar pimpinan pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung. BAKU merupakan singkatan dari Baik dan Kuat, dua karakter yang selaiknya dimiliki oleh pemuda Islam. Diharapkan dengannya para pemuda Islam dapat mengembalikan budaya prestatif diennya, bukan hanya pada bida duniawi tapi juga ukhrowi.

1.3.Rumusan
Dengan menggunakan metode dekriptif kuantitatif, maka rumusan masalah Artikel ini dapat dijabarkan adalah sebagai berikut,

Seperti apakah kriteria prestasi yang bersifat hakiki dalam pandangan Islam?
Bila dikombinasikan satu dengan lainnya, apa pengaruh karakter Buruk-Lemah dan Baik-Kuat dalam diri manusia?
Apa saja ciri karakter BAKU (Baik dan Kuat)?
Bagaimana cara menggapai karatker BAKU, yang menjadi jalan ikhtiar untuk membangkitkan kembali budaya prestatif kaum muslimin.


PEMBAHASAN
2.1 Prestasi dalam Prespaktif Islam

Tiap manusia memiliki naluri untuk berprestasi. Dalam bahasa psikologi disebut dengan istilah power motive. Di mana seseorang akan berkorban segalanya termasuk harta, waktu dan tenaga agar keinginannya dapat meraih sukses atas apa yang diinginkan (psikologi-islam.com: 20 April 2013) .

Hanya kemudian prespektifnya berbeda-beda. Tak jarang seseorang terjebak dalam raihan prestasi semu. Uang, pendidikan, aksesoris mewah menjadi tolok ukur meski tuk meraihnya menggunakan cara yang tidak halal. Sedang Islam memiliki formula tersendiri mengenai prestasi. Hal ini terkandung dalam Al Quran surat 28 Al Qashash ayat 77 yang artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Bila ayat di atas kita interpretasikan maka jelaslah jika ukuran prestasi dalam Islam bersifat hakiki. Kesuksesan akhirat menjadi tujuan utama. Karena dengan prestasi tersebutlah yang berupa amal salih, yang kelak kan mengantar kita pada kehidupan kekal di Surga. Kendati begitu jangan pula kita mengabaikan pretasi di dunia. Karena dunia umpama ladang tuk bercocok taman, ranah tempat bekerja keras tuk mengumpulkan bekal sebelum maut menjemput dan kehidupan kekal menanti.

Islam mempersilahkan tiap hambanya untuk berprestasi setinggi mungkin di bidang yang masing-masing mereka geluti, asal tetap dalam koridor Ibadah. Tiada ikhtiar yang dilakukan kecuali dengan hararapan menjadi amal saleh. Karena itu ibadah ruhiyahnya mengundang pahala. Sedang ikhtiar duniawinya mendatangkan ridho Allah SWT. Dengan begitu, bila tiap amal perbuatan diniatkan untuk ibadah maka pada satu sisi seorang muslim akan bersemangat mengejar impiannya, dan pada sisi lain akan selektif dalam bertindak. Ikhtiar yang dilakukannya hanya dengan niat, cara dan jalan yang dirhidhoi Allah SWT.

2.2. Kuadran Karakter Manusia
Perubahan mustahil terjadi hanya dengan menunggu dan berdiam diri. Ibarat air, bila hanya berdiam pada satu tempat dalam waktu lama, maka ia akan menjadi busuk. Begitu pula manusia. Ia akan kehilangan eksistensinya, memudar dan hilang ditelan pusaran sejarah. Sedang generasi prestatif yang mewarnai dunia dengan karya-karyanya tak datang dengan ditunggu. Ia musti dilahirkan meski harus melewati proses panjang yang memeras keringat, waktu dan harta. Ia lahir tidak dengan gratis, tapi musti berkelahi dulu melawan sifat-sifat buruk dalam diri seperti kemalasan, kesombongan, riya, dengki dan sebagainnya.

Guna melahirkan generasi prestatif tersebut, menarik untuk mengkaji konsep BAKU yang digagas oleh KH Abdullah Gymnastiar, Pimpinan Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Bandung. Aa Gym menyampaikan bila karakter manusia dibagi menjadi dua kelompok. kelompok pertama terdiri dari karakter baik dan karakter kuat. Sedang karakter Kedua terdiri dari karakter buruk dan karakterm lemah.

Bila karakter baik digabung dengan karakter lemah, maka pribadi dengan karakter ini memiliki sifat jujur, tawadhu, amanah, ikhlas tapi sayang ia tidak punya kekuatan. Dirinya didominasi oleh sifat penakut, ragu-ragu, mudah menyerah dan sifat-sifat lemah lainnya. Maka yang timbul kemudian adalah orang-orang baik yang selalu ditindas dan tak mampu membela diri. Contohnya seperti kasus bulyying yang marak terjadi di sekolah. Saking mengerikannya kasus Bullying ini membuat Yumi, seorang anak berusia 12 tahun asal Jepang putus asa lantas bunuh diri dengan cara melompat dari sebuah kondominium

Lain lagi bila karakter buruk digabung dengan karakter lemah. Pribadi dengan karakter seperti ini adanya tidak berbahaya, tidak adanya tak memberi pengaruh pada orang-orang sekitar. Dia khianat, riya, sombong, pendusta. Sekaligus malas, penakut, ragu-ragu dan mudah menyerah. Sikapnya umpama katak dalam tempurung. Menganggap tempurung itu sebagai langit yang luas, padahal terdapat langit sesungguhnya di luar sana.

Selanjutnya karakter Buruk digabung dengan karakter kuat maka yang lahir adalah bencana, penjajahan, penindasan dan tirani. Pribadi dengan karakter ini memiliki sifat pembohong, sombong, riya, ujub, takabur, sekaligus ia juga pintar, berani, disiplin. Orang macam Hitler yang menyiksa ribuan tawanan perang hingga mati kehabisan napas di ruang gas beracun di kamp konsetrasi auswitch Polandia atau Polpot yang membunuhi satu juta rakyat sipil Kamboja adalah contohnya.

Karakter terbaik adalah gabungan antara karakter baik dan karakter kuat yang melahirkan karakter baku (baik sekaligus kuat). Pribadi baku memiliki sifat jujur, amanah, tawadhu. Sekaligus berani, ulet, disiplin. Maka yang lahir adalah sosok-sosok inspiratif seperti Jenderal Soedirman. Meski menjabat sebagai panglima perang revolusi kemerdekaan tapi beliau tetap menjaga ketawadhuannya dengan kosisten melaksanakan amal-amalan shalih seperti shalat malam. Meski bergrilya dengan paru paru sebelah karena mengidap TBC, beliau tetap bertahan. Sempat Jenderal Soedirman disarankan untuk berhenti berjuang. Tapi simaklah jawaban sang Jenderal “Soedirman yang sakit, palima besar tak pernah sakit.”

(Bersambung ke Bagian dua-Minggu depan diposting ya)

Komentar

Postingan Populer