Hikayat Penciptaan Mendung


            Seorang pemuda miskin hidup di sebuah gubuk di mana atapnya masih bertilam jerami dan dindingnya beralas tanah. Saking miskinnya si pemuda, kadang ia tak makan dalam waktu amat lama hingga rasa lapar melilit perut. Sedang dirinya tak punya pekerjaan lagi karena sepetak kecil ladang gandum yang ia punya sudah dijual pada tuan tanah dari kota. Ia sangat membutuhkan uang sekadar tuk membeli roti.

            Pada pagi yang embun belum lagi menyambangi bumi dan matahari masih terselip di sebelah timur, si pemuda menengadahkan tangan ke langit. Ia memanjatkan doa pada dewa dewa hingga air matanya berjatuhan. Dirinya memohon tuk diberi kelimpahan harta agar tak lagi hidup miskin. Di surga, dewa dewa menyaksikan hal itu. Mereka tersentuh atas ratapan si pemuda. Karena itu dewa tertinggi memerintahkan dewi kasih sayang tuk menemui dewi kesuburan di taman surga. Darinya ia diminta tuk mengambil sebutir biji ajaib.  

            Maka pergilah dewi kasih sayang ke taman surga. Ia menyusuri jalan setapak yang tanahnya beraroma bunga canna dan sungai di sampingnya mengalirkan susu juga madu. Di pinggir sungai tersebut, tampak peri peri kecil seukuran telapak tangan manusia beterbangan dengan jenaka. Bersama mereka terdapat pula malaikat malaikat jelita sedang bercengkarama dan bermain. Hingga sampailah dewi kasih sayang di sebuah ngarai yang seluruhnya disaput oleh bunga. Di puncak sana dewi kesuburan bertahta. Dewi kasih kasih sayang menyampaikan titah dewa tertinggi. Dewi kesuburanpun segera melangkah ke tengah ngarai. Ia menggali tanah dan mengambil salah satu biji dari dalamnya lantas memberikannya pada dewi kasih sayang. Setelah mendapat benda yang dimaksud, sang dewipun kembali menghadap dewa tertinggi.

            Dewa tertinggi kemudian memerintahkan dewi kasih sayang tuk menananam biji tersebut di belakang gubuk si pemuda. Tak mau membuang waktu, maka dengan menunggang seekor pegasus jantan yang sayapnya meregang lebar seperti sayap rajawali dan kaki kakinya yang kokoh sekuat baja, ia turun ke bumi. Sampai di tempat yang dituju, tanpa sepengetahuan si pemuda, dirinya menggali tanah dan menanam biji ajaib tersebut. Setelah itu, ia kembali lagi ke langit untuk bergabung dengan dewa dewa lain.

            Pagi menyingsing, cericit burung dan kokok ayam bersahutan. Si pemuda menggeliat. Ia terjaga dari tidurnya lalu melangkah lesu keluar rumah. Hari ini seperti hari hari lain akan selalu kelabu baginya. Kemiskinan telah membuat ia patah arang, tanpa tersisa lagi harapan dan cita cita meski hanya setitik. Pikirnya, tak ada yang dapat dilakukan kini selain melamun seharian dengan menahan rasa lapar yang sangat.

            Namun alangkah terkejut si pemuda, jantungnya seperti akan copot. Ketika ia berdiri di halaman, tampak olehnya di belakang gubuk kini telah tumbuh sebatang pohon ajaib. Pohon itu berbatang, beranting dan berdaun emas. Si pemuda terbelalak menyaksikan keajaiban yang baru kali pertama ia saksikan. Segera dirinya berlari ke belakang rumah. Ia menilik pohon itu, memerhatikan setiap sisi dan bagiannya, menatapnya lekat lekat. Karena tak percaya, ia coba menyakinkan diri dengan mengusap kedua mata dan menepuk pipi berkali kali. Setelah yakin bila pohon yang di hadapannya benar benar terbuat dari emas iapun melonjak girang. Dirinya kini kaya raya. Ia bisa mendapatkan apapun yang diinginkannya. Si pemuda menegadah ke langit dan mengucapkan syukur karena doanya telah dikabulkan.

            Lalu ia memetik beberapa helai daun dan segera menuju pasar. Dibelinya makanan yang enak enak dengan jumlah amat banyak. Saking banyaknya ia harus memasukan semua dalam sebuah karung besar. Waktu kembali ke rumah, ia makan sampai puas hingga merasa kenyang. Bahkan karena terlalu kenyang si pemuda pun tertidur sampai pagi berikutnya datang.

            Masa bergulir, hari berganti, si pemuda punya keinginan lain. Ia ingin membeli ladangnya yang dulu dijual. Dengan mengambil beberapa helai daun lagi iapun mendapatkan kembali ladangnya. Bahkan ladang itu kini makin luas karena ladang milik si tuan tanah ia beli juga. Si pemuda gembira karena dirinya lah yang berbalik jadi tuan tanah. Tak sampai di sana ketika melihat gubuknya yang reyot dan bobrok, si pemuda ingin memperbaikinya. Hasrat besarnya adalah ingin membangun sebuah istana. Dari daun daun dan beberapa ranting emas yang ia ambil, bahan bangunanpun dibeli, para pekerjapun disewa. Dalam waktu singkat istana itu telah berdiri dengan megah.

            Sungguh makin girang hatinya. Ia kini tak perlu merasa kedinginan bila malam tiba. Ia dapat tidur di kamar mewah dengan kasur empuk dan selimut tebal. Dirinya mempekerjakan seratus pembantu. Mereka memasak, membersihkan, memelihara, merawat dan melayanani apapun keinginan si pemuda.

            Mulai saat itu si pemuda dikenal karena kekayaanya. Sahabat sahabatnya pun menjadi banyak, mulai dari bangsawan, saudagar dan orang orang tersohor lain dari dalam dan luar kerajaan. Dengan pohon emasnya ia selalu menjamu mereka dengan makanan yang enak enak dan mewah. Jamuan itu diselenggarakan setiap malam hingga makin hari makin bertambah pula orang yang mengenalnya.

            Si pemuda disanjung bak raja. Bahkan raja sendiri lama lama kalah pamor olehnya.  Orang orang lebih banyak datang padanya dan memuji muji kekayaanya. Karena mendapat sanjungan yang sangat besar, keingian si pemuda makin tak terkendali. Ia kini memotong lebih banyak ranting dan dahan dari pohon emasnya lalu menyewa seratus ribu tentara berbaju besi dan bersenjata lengkap. Tentara itu ia perintahkan tuk menyerang kerajaan. Hal tersebut tentu tak diduga oleh raja. Maka pecahlah peperangan dahsyat yang memakan waktu bertahun tahun. Darah simbah dimana mana, korban jiwa tak terhitung jumlahnya. Sedang mereka yang kembali dengan nganga luka di sekujur tubuh, membawa kisah pilu selama mereka menghunus pedang dan mengayun parang di medan pertempuran. Hingga suatu ketika pasukan si pemuda menang. Iapun dengan angkuh duduk di atas singgasana dan menobatkan dirinya sendiri sebagai raja. Ia memerintah dengan angkuh. dirinya memaksa seluruh rakyat tuk patuh padanya karena bila, tidak para tentara, jagal dan algojo tak segan menjatuhkan hukuman berat pada mereka.

            Setelah mendapat kekayaan berlimpah, setelah menjadi penguasa dan memiliki rakyat, si pemuda mulai khawatir jika hartanya ada yang mencuri. Karena itu, sebelum hal buruk yang menggangu benaknya terjadi, ia segera memagari pohon emas tersebut dengan berlapis lapis dinding dan atap baja hingga menyerupai sebuah gudang raksasa. Segala perhiasan dan barang barang berharga ikut dijejalkan pula ke dalam. Pada dinding itu hanya terdapat sebuah pintu yang  dikunci oleh seratus gembok. Sedang di depannya menjelaga jajaran pagar besi berujung runcing yang amat rapat dan tinggi. Belum merasa cukup aman, di depan pagar, terdapat seratus penjaga yang masing masing ditemani seekor anjing pemburu yang selalu bersiaga sepanjang waktu. Ia ingin memastikan tak seorang pencuripun dapat meyelinap ke dalam sana.

            Melihat sikap si pemuda yang berubah dewa dewa di langit berembug. Mereka kecewa padanya. Lalu dewa tertinggi memerintahkan dewi kasih sayang turun lagi ke bumi. Ia diminta menyamar jadi seorang pemuda kelaparan, yang rumahnya berupa gubuk, beratap jerami dan beralas tanah. Yang di dalamnya tak ada lagi sesuatu yang berharga, karena semua telah dijual tuk membeli makanan. “Ingatkan dia agar tak lupa diri?”  ujar dewa tertinggi.

             Dewi kasih sayang melecut pegasusnya. Sampai di hutan dekat kerajaan ia merubah wujud. Kemudian ia melangkah menuju istana dan mengetuk gerbangnya. Penjaga dengan angkuh menghadang. Dewi kasih sayang, menghiba hiba meminta sedekah. Namun para pengawal dengan kasar mengusirnya. Ia diseret menjauh dari gerbang istana hingga bibir hutan. Tak putus semangat Sang Dewi kembali, bahkan kini ia memaksa tuk bertemu Raja. Dirinya yakin bila sang raja akan berbaik hati darinya.      

            Karena terjadi kegaduhan, sang raja yang berada di singgasana terusik dan segera menuju sumber suara. ketika sampai, tampak seorang pemuda yang sekujur tubuhnya sudah babak belur. Tanpa diminta, si pemuda  menjelaskan nasib buruk yang ia alami. Mendengar cerita itu sang raja seperti mendengar perjalananan hidupnya sendiri. Raja seolah tertarik ke masa lalu yang berkubang kemiskinan dan kesukaran kesukaran. Tapi karena kesombongannya, ia sama sekali tak tersentuh tuk memberi pertolongan. Malah dengan congkak ia mengusir si pemuda. Para pengawal menendanginya hingga terpelanting. Si pemuda pergi dari istana, ia memasuki hutan dan berubah kembali ke wujud asli. Lalu iapun terbang ke langit dan bicara dengan dewa tertinggi.

            Dewa tertinggi yang mendengar cerita dewi kasih sayang jadi lebih kecewa. Ia memberikan titah baru dengan meminta dewi kesuburan tuk merubah diri menjadi tukang nujum sakti. Dirinya diminta tuk memberi pelajaran pada sang raja. Ia ingin raja benar benar sadar dan menyadari kekeliruannya. Setelah menerima titah, dewi kasih sayang pun turun lagi ke bumi. Ia sekarang menjadi kakek tua bejanggut tebal dengan jubah hitam yang menutupi kepala hingga ujung kaki. Kembali ia mengetuk gerbang istana. Para pengawal menghadangnya. Namun sebelum diusir, tukang nujum berkata, ia hendak memberikan hadiah pada raja. Mendengar itu para pengawal saling tatap, mereka sanksi atas apa yang dikatakan lelaki berpakaian aneh di hadapan mereka. Pikir mereka bisa saja orang ini mengada-ada dan pada ujungnya seperti pengemis kemarin cuma meminta sedekah. Tahu orang orang yang ada didepannya kebingungan, tukang nujum menjelaskan siapa dirinya, kesaktiannya dan tawaran atas kekayaan yang banyaknya melebihi langit juga bumi pada sang raja.

            Mendengar itu seorang penjaga melapor. Tak lama kemudian tukang nujumpun diperintahkan masuk istana. Di atas singgasana, sang raja bertanya bagaimana caranya tuk mendapat kekayaan yang banyak tersebut. Tukang nujum menjawab ia musti membangun tangga ke langit dan mengambil biji emas ajaib yang di taman surga.  Dengan biji itu dirinya bisa mendapat pohon emas lebih banyak.  Tapi, tukas tukang nujum, biji itu dijaga oleh dewi kesuburan. Ia harus bisa mengalahkannya lebih dahulu. Mau tak mau musti ada serangan besar ke surga agar keinginan tersebut dapat terlaksana.

            Karena hasrat yang sudah tak terkendali, saat itu juga sang raja pergi ke pohon emasnya. Membuka pagarnya, melepas kunci kuncinya dan mendorong pintu bajanya. Ia menebang sendiri pohon emas itu. Lalu ia membeli kayu yang sangat banyak. Oleh seratus ribu pekerja dan rakyat, kayu itu disusun hingga menyentuh langit. Sedang para tentara disiapkan tuk maju ke medan perang. Di tengah penyusununan tangga, seorang pengawal mengatakan kayu kayu itu tak cukup tuk sampai ke pintu surga. Karena yakin kelak akan mendapat kekayaan seluas langit dan bumi, ia pun menukar ladang, istana mewah dan seluruh harta tuk mendapat kayu kayu baru. Lepas itu disambung kembali tangga tersebut hingga lebih tinggi dan tinggi lagi.

            Sampai suatu ketika, setelah melewati waktu yang sangat lama dan menguras keringat yang luar biasa deras, ujung tangga yang mereka bangun menyentuh sesuatu di atas awan. Mereka rupanya telah benar benar sampai di surga. Segera sang raja memerintahkan seratus ribu tentara tuk menyerbu. Mereka begitu liar mendobrak gerbang surga. Bunga bunga dirusak, sungai susu dan madu dinodai, hingga malaikat dan peri peri berlari ketakutan. Raja dengan pedang tersampir dipinggang berteriak teriak mencari dewi kesuburan. Nafsu untuk jadi yang paling kaya telah membutakan akalnya.

            Melihat kepongahan sang raja, dewa tertinggi hanya tersenyum. “Ah kau masuk perangkap juga akhirnya.” Ujar sang dewa. Dipanggilnya dewi kesuburan. Ia diminta tuk menyerahkan bukan hanya biji ajaib tapi seluruh pohon emas yang ada di taman surga. Dewi kesubura segera melakasanakan titah. Mengetahui dewa tertinggi memutuskan hal itu, sang raja melonjak girang. Pikirnya benar apa yang dikatakan tukang nujum, kini ia menjadi orang paling kaya diantara yang terkaya. Dipikirnya pula kini ialah yang paling berkuasa, karena dewa dewa saja patuh padanya. Dengan serakah ia perintahkan para tentara tuk menebang pohon pohon emas itu. Dari dewi kesuburan ia rampas pula biji bji ajaibnya.

            Setelah puas, ia perintahkan para tentara tuk kembali turun ke bumi. Tapi karena beban yang dibawa pulang bertambah, membuat tangga tersebut tak kuat menahannya. Di tengah jalan saat para tentara menapaki titian sembari memanggul pohon pohon emas, tangga itu oleng. Tentara tentara yang sudah kelelahanpun hilang pegangan dan jatuh. Mereka terjun bebas kemudian menghantam tanah. Pohon pohon yang mereka panggul berjatuhan pula ke bumi. Sedang yang lain berusaha kembali ke atas, namun sebelum sampai, tangga yang mereka titi lebih dulu roboh. Semua berjatuhan tanpa lagi punya tambatan tuk menyelamatkan diri. Tentara tentara itu tewas secara mengenaskan.

            Tinggallah sang raja sendirian di gerbang surga. Dewa tertinggi menghampirinya. Kini amarahnya sudah tak lagi terbendung Ia menjatuhkan hukuman dengan merubah sang raja menjadi sosok gelap. Sosok buruk rupa yang beterbangan dari satu sisi langit ke langit yang lain. dirinya hanya menghambang saja di langit karena tak lagi terima oleh bumi dan ditolak pula oleh surga. Orang orang kini memanggilnya mendung. Untuk membayar segala kekhilafannya, dewa menyimpan mata air dikedua tepaka tangannya. Darinya turunlah hujan yang membuat ladang tandus kembali hijau, sulur sulur sungai yang kering kembali beriak dan berkecipak, sedang mereka yang kehausan bisa melepaskan dahaga.

            Tapi karena sang raja adalah sosok yang congkak ia kadang mengagetkan mereka yang ada di bumi dengan gelegar kemarahannya. Ya gelegar petir yang menyambar nyambar. Namun dewa tertinggi dengan segala kebijaksanaannya memerintahkan dewi kasih sayang tuk menudar mendung itu. Lalu ia menyembulkan matahari yang membawa kehangatan. Mendung akan ia perintahkan berhimpun kembali bila tiba masa masa sulit, masa masa pancaroba, dimana semua mahluk dicbumi membutuhkan kesejukan air hujan. Ia betugas mengganti duka dengan suka, mengganti air mata dengan bahagia, mengganti lara dengan gembira, mengganti  mati dengan hidup.

“Saya tak pernah menemukan orang yang menderita karena terlalu banyak bekerja. Lebih banyak orang yang menderita karena terlalu banyak ambisi tetapi tak cukup berusaha.”

(Dr James Montague)

Komentar

Postingan Populer