Hikayat Penciptaan Laki Laki


            Setelah perempuan pertama dicipta, dengan telaten ia merawat bunga bunga. Bumi menjadi teman cengkramanya. Bila malam datang pohonan memeluknya hingga ia tak merasa kedinginan. Bila siang menjelang ia bersuka cita karena dapat berjumpa kembali dengan bunga bunganya. Antara wanita dan bumi menjadi sahabat setia yang saling menghibur dan berbagi kebahagiaan.

            Tapi suatu ketika bumi tertidur. Ini adalah hukum alam. Bumi yang kelelahan berputar mengelilingi matahari akan rehat dan kembali bangun bila telah pulih kekuatannya. Tiap kali bumi tidur, tumbuh tumbuhan seketika mati. Pohon pohon yang semula dirimbuni dedaunanpun menjadi kering. Termasuk bunga bunga, mereka semua masai, lesu, layu. Hal ini membuat perempuan berduka. Ia tak kuasa menahan sedih waktu melihat satu persatu bunga yang telah ia rawat itu mati. Seperti diperintahkan sang dewa ketika kali pertama menciptakannya, agar bunga bunga kembali hidup ia musti meniup seruling yang diberikan padanya. Dengan begitu hujan akan segera turun menyimbah bumi.

             Perempuanpun naik ke atas bukit. Di sana dengan segenap hati ia meniup serulingnya. Sebuah senandung yang amat panjang didendangkannya. Riang, jenaka, gembira. Siapapun niscaya kan kepayang bila mendengar senandung tersebut. Dari fajar hingga petang, kemudian kembali ke fajar lagi lalu bertemu dengan petang lagi ia terus bersenandung. Namun nyatanya air yang dijanjikan tak kunjung turun. Dari sisi ke sisi, hanya tampak langit lengangang disisipi gumpalan awan berarak arak. Kendati demikian, ia mencoba lagi agar harapannya terwujud. Lagu lagu kembali dimainkan hingga musim demi musim berganti dan masa bergulir diganti oleh masa lain yang lain. Namun sayang, keadaan justru bertambah buruk. Tanah makin kering dan daun daun juga pohonan berubah menjadi berwarna legam seperti tembaga. 

            Perempuan kelelahan setelah apa yang diusahakannya berujung pada kegagalan. Duka menggelayuti seluruh permukaan wajahnya, air mata membasahi kedua pipinya. Namun, dalam keadaan putus asa, saat harapannya terpuruk ke titik paling rendah, tak ia sangka dari langit muncul seekor kuda putih dengan sepasang sayap yang sangat lebar. Saking lebarnya langit seolah tertutup oleh sayap tersebut. Sedang di punggungnya, tampaklah dewa berwajah rupawan tengah mengekang tali kendali. “Aku dewa kehidupan” katanya. Perempuan keheranan menyaksikan kedatangannya. Bukankah ia meminta air? Apa hubungan air dengan dewa kehidupan? Bukankah yang berjanji mengalirkan air dari langit adalah dewa peniup seruling dulu? Selagi dilingkupi rasa penasaran, dewa kehidupan lebih dulu menjawab bila ia dikirim kemari karena titah dewa tertinggi. Tiap kali dewa tertinggi memberi titah, dibaliknya selalu tersimpan hikmah yang oleh para dewa dan mahluk lain baru disadari kemudian. Perempuan menanyakan apakah mereka akan menurukan hujan dari langit? Dewa kehidupan bilang, lebih dari air. Karena ia akan menciptakan mahluk baru untuk menemaninya.

“Apa nama mahluk itu ?” Perempuan keheranan.

“Laki laki” jawab dewa kehidupan.

“Laki laki?” Perempuan mengerutkan dahi, ia asing dengan nama itu. “Bagaimana rupanya?”

“Kau lihat saja nanti,” jawab dewa kehidupan lagi sembari merekahkan senyum semanis tebu.

            Lalu sang dewa meminta perempuan tuk meraih benda yang ada didekatnya. Iapun melihat batu kemudian diserahkannya batu tersebut. Dengan serangkaian rapalan mantra ajaib, dewa merubah batu itu menjadi wujud yang serupa dengan perempuan. Ya nyaris serupa kecuali beberapa bagian di tubuhnya. Karena dadanya tampak lebih bidang, tangannnya lebih kekar, suaranya lebih berat. Sedang tatap mata itu, juga tampak lebih tajam dibandingkan milik perempuan.

            “Inilah laki laki, mulai saat ini ia menjadi kawan yang akan membantu pekerjaan pekerjaanmu,” ujar dewa kehidupan. Perempuan menyambut kehadiran mahluk baru itu dengan gembira. Ia yakin kini tak kan merasa kesepian lagi. Dewa kehidupan kembali ke langit setelah melakukan tugasnya. Tinggalah perempuan dan laki laki berdua di bumi.  Perempuan memintanya tuk menemani bermain atau berjalan jalan tapi karena laki laki terbuat dari batu, badannya terlalu berat hingga sulit bergerak. Selain itu iapun ternyata sangat pemalas. Saat perempuan bekerja merawat bunga bunga yang sekarat, ia tak berbuat apa apa karena yang dilakukannya cuma tidur.

 

            Hal ini membuat perempuan berang dan membicarakannya dengan dewa kehidupan. sang dewa mahfum. Dimusnahkanlah manusia batu. Lalu meminta perempuan tuk menunjuk benda lain. Iapun melihat matahari lalu mengatakan, “api”. Dewa kehidupan mengambil segenggam api dari tubuh matahari. Darinya ia menciptakan laki laki baru. Kali ini laki laki itu dapat begerak, berbicara dan bekerja. Selain itu Ia juga dapat mengeluarkan cahaya hangat dari tubuhnya hingga bila malam tiba perempuan tidak merasa kedinginan. Tapi kembali perempuan kecewa, karena laki laki api amat sombong. Ia merasa tak pantas bila harus hidup berdampingan apalagi membantu pekerjaan perempuan. Ia ingin pasangan yang seunsur, yang terbuat dari api pula.

            Kembali perempuan berbicara dengan dewa kehidupan. Atas keluhannya, laki laki apipun dimusnahkan. Sang dewa memintanya kembali tuk memilih suatu benda. Ia kini memilih embun. Terciptalah laki laki dari embun. Karena berasal dari air maka ia bersikap plin plan, suka ingkar dan sering pula berdusta. Kadang ia mau bekerja tapi kadang juga malas. Sikapnya tak bisa ditebak. Laki laki ini banyak menuntut dari pada melakukan pekerjaannya. Sang perempuan kecewa. Laki laki air dimusnahkan. Lalu Ia memilih angin. Tapi laki laki angin selalu berpikir mengawang awang, banyak omong, bermulut besar. Diciptakan pula laki laki dari tanah, tapi ia sangat pemalu dan merendahkan diri sendiri. Mereka semua akhirnya dimusnahkan.

            Sang dewapun kelelahan karena terlalu sering merapal mantra. Berkali kali ia mencipta tapi selalu membuat perempuan kecewa. Ia bertanya sebenarnya laki laki seperti apa yang ia mau? Perempuan menjawab ia tidak ingin sosok yang macam macam, karena yang dikehendakinya sekadar sosok yang bisa mengerti perasaannya. Tak kurang tak lebih. Dimana ia berkehendak laki laki bisa mengerti. Terlepas apakah mampu atau tidak menyanggupi kehendak itu, hal paling penting adalah ia mau berkorban dengan segenap usaha secara tulus.  “Aku cuma mau dipahami,” katanya

            “Aha!” lonjak dewa kehidupan girang. Ia mendekati perempuan. Tangannya diangkat setinggi dada. Dari telapaknya muncul seberkas cahaya berwarna jingga. Lalu cahaya tersebut menerobos ke dalam dada perempuan dan mengambil setengah dari hati yang dimilikinya. Darinya diciptakanlah laki laki yang benar benar beda. Menjadi yang terbaik dari yang baik. Ia dapat menjadi kawan setia perempuan, mau bekerja sepenuh hati, melindungi, menyayangi dan mencintai. Dirinya selalu ada ketika perempuan membutuhkan. Selain itu iapun melengkapi sisi sisi kosong dalam diri perempuan. Ia tidak banyak menuntut tapi mau saling mengerti kalau mereka masing masing memiliki kekurangan untuk kemudian saling melengkapi tiap kekurangan itu.

            Perempuan senang sekali atas penciptaan kali ini. Lepas itu merekapun hidup berdua. Sebagai hadiah pada mereka, dewa kehidupan meminta dewa peniup seruling tuk mengalirkan pancuran dari surga. Dengan air itu mereka menyirami pohon pohon, rumputan, bunga bunga dan tetumbuhan lain yang telah kering. Berkat usaha mereka, bangkit kembalilah kehidupan yang telah lama mati.

            Sampai suatu ketika bumi bangkit dari tidur, ia kaget mendapati dirinya telah subur kembali. Lebih kaget lagi kala menyaksikan sosok asing dihadapannya, sosok yang baru kali pertama ia temui. Singkat cerita, setelah dikenalkan oleh perempuan, bumipun berterima kasih atas apa yang telah mereka berdua lakukan. Di matanya mereka adalah pasangan yang sepadan. Terlihat sangat akrab, selalu bersama dalam berbagi cinta sepanjang hari, sepanjang minggu, sepanjang bulan, sepanjang tahun.

            Tapi pada saat yang sama, diam diam muncul keraguan dalam dirinya. Ketika laki laki dan perempuan tertidur, ia bertanya pada para dewa di langit, dapat langgengkah keakraban mereka atau cuma sekejap seperti musim yang selalu dipergulirkan? Apakah bisa pula mereka sesetia dirinya dalam menjalin persahabatan? Para dewa tak tahu jawaban atas pertanyaan pertanyaan itu dan menyuruhnya menanyakan langsung pada dewa tertinggi. Dewa tertinggi menjawab, tuk mengetahuinya ia memerintahkan bumi agar  memberi ujian pada mereka berdua.

            Mendengar titah tersebut, sekonyong konyong bumipun segera memuntahkan air di tubuhnnya hingga tercipta banjir, membelah diri hingga tercipta gempa, memancarkan api dari pegunungan hingga bergulung gulung lava muntah dari rahimnya. Ia menguji dengan musim dingin yang lebih menusuk tulang, mendera dengan musim panas yang lebih membakar kulit, mengengelamkan dengan membawa penghujan, merontokan dengan musim gugur. Macam macam hal telah ia lakukan, tapi semakin berat ujian semakin dekat dan saling berpagutan perempuan dan laki laki .

            Bumi menyerah setelah semua usahanya gagal. Ia kagum atas keteguhan mereka berdua. Lepas itu, segalanya bergulir seperti semula. Bumi tetap mengikuti hukum alam, berputar bila bangun, tertidur bila lelah. Sementara perempuan dan laki laki hidup di atasnya dan benakan pinak. Mula mula cuma melahirkan seorang bayi, namun seiring dengan perjalanan waktu semakin banyak jumlahnya. Anak anak perempuan dan laki laki pertama menjadi nenek moyang kita, kemudian menjadi kakek buyut kita, kakek nenek kita, ayah ibu kita  dan akhirnya menjadi kita. 


 “Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap itu sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali,”

(Soekarno,  6 Juni 1901– 21 Juni 1970, dalam bukunya Sarinah : Presiden Indonesia Pertama)

Komentar

Postingan Populer