Mimpi Soe Hok Gie Sebagai Seorang Mahasiswa Tua dalam Zaman Peralihan
Saya kembali membaca buku Jaman Peralihan Soe Hok Gie. Entah sudah
berapa lama buku itu tersimpan di rak. Mengenaskannya lagi, buku lama hilang,
mungkin tertinggal di sebuah kelas saat berkuliah di Universitas Widyatama. Sementara
buku yang say abaca ini adalah buku dengan judul sama yang saya beli kembali di
internet.
Buku ini adalah kumpulan tulisan Gie, aktifis mahasiswa angkatan 66. Tulisan
tulisan itu sebelumnya telah terbit di berbagai media massa. Soe Hok Gie
sendiri adalah sosok mahasiswa yang demikian popular pada jamannya. Ia lahir
pada tahun 1942 dan meninggal tahun 1969 sehari sebelum ulang tahun yang ke 27nya
lantaran menghisap gas beracun di gunung semeru.
Gie adalah seorang penulis yang produktif. Catatan hariannya dibukukan
dengan Judul Catatan Seorang Demonstran. Kelak buku itu menjadi sumber
inspirasi Riri Riza dan Mira Lesmana dalam pembuatan film biografinya. Buku-buku
lain diantaranya adalah Di Bawah Lentera Merah, orang-orang di persimpangan
kiri jalan dan buku yang kembali saya baca tadi, jaman peralihan. Buku ini
terdiri dari tiga Bab yaitu tulisan-tulisan kemahasiswaan, tulisan-tulisan
tetang kemanusiaan dan tulisan-tulisan Gie saat ini sedang berada di Amerika
Serikat.
Pada Bab yang memuat soal kemahasiswaan saya tertarik dengan tulisannya
yang berjudul Mimpi-Mimpi Terakhir Seorang Mahasiswa Tua. Dalam tulisan itu Gie
mengungkapkan kebahagiaannya karena dalam beberapa bulan ke depan ia akan lulus
dan meraih gelar sarjana. Namun di balik kebagiaan itu ia juga merasa sedih. Lantaran
akan berpisah dengan kampus yang dicintainya, dengan teman-temannya dan
kehidupan yang telah membentuk pribadinya.
Sebagai mahasiswa yang akan segera lulus Gie bermimpi soal masa depan
mahasiswa di masa setelahnya. Ia bermimpi kalau mahasiswa-mahasiswa dapat
tumbuh sebagai pribadi-pribadi yang normal. Mereka hidup di lingkungan kampus
dan menyerap ilmu sesuai dengan bidang yang mereka geluti. Tak melulu belajar,
mahasiswa juga perlu bersosialisasi seperti berorganisasi, naik gunung sampai
nonton film. Dalam perkuliahan yang ketat yang serius perlu juga kelucuan dan
kekocakan untuk mencairkan suasana. Membuat joke-joke bodoh hingga
mentertawakan jalan cerita film-film jelek yang sengaja mereka tonton.
Namun kata Gie, bila keadaan menuntut para mahasiswa hadir di barisan
yang paling depan guna menunjukan sikapnya. Menyatakan sesuatu yang benar
karena mereka tahu akan kebenarannya. Menolak sesuatu karena mereka paham itu
adalah suatu kesalahan. mahasiswa musti paham pada pihak mana ia musti
berpihak. Kenyataannya pada zaman Gie, tak semua mahasiswa bermental aktifis. Ada
juga yang sok aktifis. Keras ketika merasa ditekan, lembek ketika mendapat
kesempatan berkuasa. Gie mengkritik kawan-kawannya yang masuk DPR lantaran lantaran
bersikap geger budaya, mendadak banyak duit dan mulai mencicil mobil impor
mahal.
Gie bermimpi akan mahasiswa-mahasiswa yang berkaraker. Tahu kapan harus
menjalani peran sebagai penuntut ilmu, tahu kapan harus menjalani peran sebagai
representasi dari masyarakat yang sedang gamang. Ia sendiri menyadari mimpi ini
akan sulit dicapai, tapi ia tetap berharap bila dengan keyakinan apa yang
diimpikannya akan menjadi kenyataan.
Di masa kini pemikiran Soe Hok Gie masih tetap relevan. Tulisan-tulisannya
masih sangat layak dibaca. Buku jaman
peralihan memiliki cara bertutur yang mengalir. Saat membacanya kita seperti
mendengar seorang kawan lama sedang bercerita lantas kita merasa kagum, takjub
dan terinspirasi atas apa yang telah ia ceritakan.
Mimpi-mimpi Gie dapat pula dilanjtkan oleh mahasiswa pada masa kini. Selain
belajar di kampus, mereka dapat memanfaatkan platform media digital untuk
mempelajari ilmu atau bidang yang diminati. Naik gunung sebagai salah satu hobi
Gie, kini juga tetap digandungi. Jejaring media social makin memudahkan para
pendaki dari berbagai tempat untuk membuat komunitas lantas membuat rencara
mendaki bersama.
Mahasiswa dapat pula tampil menyampaikan hal-hal yang mereka anggap
benar baik di jalanan atau internet. Opini yang digalang di internet saat ini
tak dapat dianggap enteng. Simak saja bagaimana frustasinya tentara tentara Israel
yang kena bully netizen Indonesia saat Israel menyerang Gaza. Lihat pula
bagaimana kompaknya netizen Indonesia menggeruduk akun instagram PSSInya
Bahrain setelah timas diperlakukan tidak fair.
Saat ini saya masih membaca lembar-demi lembar buku Zaman Peralihan. Buku itu saya baca random. Saya pilih tulisan-tulisan yang menurut saya menarik. Saat ini saya ingin sekali menambah porsi membaca. Selain karena untuk mendukung proses belajar di kampus, harapannya juga dengan lebih banyak membaca maka akan lebih banyak pula yang dapat ditulis.
Komentar