WAYANG DAN MUATAN KEARIFAN LOKALNYA

Dulu waktu saya masih berumur antara lima sampai tujuh tahun, kalau hari mulai gelap dan langit sebelah barat memerah dipenuhi lembayung, kakek akan segera keluar rumah begitu tahu saya masih bermain dihalaman. kata kakek jangan main diluar rumah waktu magrib, karena anak anak seperti saya bisa diculik Sanekala. “Sanekala” sambung kakek adalah hantu perempuan yang rambut dan payudaranya panjang, sakingnya sampai menyentuh tanah. Kuku kukunya tajam seperti cakar burung hantu, matanya yang berwarna merah dapat menyala bila ia sedang diam ditempat gelap. dipunggungnya terdapat sepasang sayap kelelawar. Kalau sayap itu merentang maka langit tertutup dan bumi menjadi gelap. pesan kakek saban magrib adalah “sanekala suka meculik anak anak dan meletakannya begitu saja disalah satu dahan pohon beringin hingga ia tak bisa pulang untuk selamanya”. Karena itu, Cerita sanekala sudah cukup ampuh untuk membuat saya diam dirumah tanpa harus keluar lagi.
Setelah itu akrablah saya dengan radio tiga ban merek philips yang kalau daya batu batreinya ngadat akan dijemur seharian oleh ibu. Saya tidak mau tahu, pokoknya radio itu harus menyala kalau malam tiba, karena Seperti halnya batu batrei saya juga akan ngadat seharian kalau satu saja cerita wayang golek yang diputar di RRI dan radio radio lain terlewatkan. Wayang golek menjadi semacam dongeng sebelum tidur bagi saya.
Memang tidak ada hiburan lain kecuali radio saat itu Ibu juga suka wayang golek tapi sepertinya beliau tidak segandurung saya. Beberapakali kami mencoba program lain diradio radio swasta bahkan luar negri. Sambil tiduran berdua diatas kasur, kami suka mendengar acara saling kirim sapa dan cun jauh khusus untuk perawan jomblo dan bujang lapuk, requst lalu lagu pop yang setelahnya diikuti oleh ucapan kangen dan salam ge’er dari para pendengar, acara goyang dangdut tarik jabrik yang di dominasi oleh lagu lagu kak Rhoma, sampai mendengar siaran siaran yang sama sekali asing bagi kami berdua. Nun jauh disebrang lautan, seorang pria Italia dengan nada sendu berkata, “Nina Nina ah amor , Che canto senza te” (Nina Nina ah cinta ! kini ku bernyanyi tanpamu). Pikir saya, barang kali pria ini sedang patah hati karena ditalak tiga istrinya setelah ketauan selingkuh disebuah kondominium di Sicilia atau seorang pemuda donjuan berwajah tampan dari Venezia yang bangkrut karena bisnis keplayboyannya terbongkar dihadapan kekasih kekasihnya. Lain kesempatan, pada siaran NHK seorang pria Jepang berusia paruh baya berkata dengan nada tergesa gesa, “Hokkaidoo ni iru, Mimiko san no tame ni, ichi ban fukai kokoro kara, aishiteru yo !!”(Buat Mimiko yang ada di Hokkaido aku suka kamu) Ah kalau yang satu ini bisa jadi duda sedang menaksir janda.
Lalu pelan pelan dari arah jiran, mengalun sebuah lagu yang akrab, nyaman terdengar ditelinga, menyat nyayat hati, sendu sekaligus menggambarkan suasana hati sang penyanyi. Amy search menyenandungkan Isabela. Seperi halnya pria Italia dan Jepang tadi, Amy juga sedang frustasi karena cintanya terhalang restu calon mertua. Hubungannya dengan isabela tak disetujui calon mertua karena ia jengah melihat gaya Amy yang urakan. Maka bersenandunglah ia, mengundang orang orang dari negri serumpun untuk sama sama meratapi takdir. Cinta bagi Amy Seperti semboyan tree mustketeer, “kalau sedih satu harus sedih semua”. Sedang syahdu syahdunya Amy bersenandung penyiar memotong dengan membacakan sebuah pesan dari seorang pendengar kalau lagu ini dikirim untuk cik Amran, Najib dan Azizah di Selangor, Zubaedah dan Maharani di Kucing, tak lupa pula untuk pak Syafrudin dan ibu Asih di Indonesia. Ketika mendengar dua nama terakhir itu saya melonjak, bukankah itu adalah nama ayah dan ibu saya. Hebat benar ayah dan ibu dapat membuat orang Malaysia repot repot mengrimkan lagu sentimentil macam itu, malam hari lagi. semula saya pikir ia adalah salah satu rekan kerja ayah atau kenalan ibu saat beliau jumpa dengannya diwarung. Namun dugaan itu meleset saat ibu berkata, “kedua nama itu Cuma kebetulan, bagaimana mungkin ia tahu keluarga kita kalau kita tak kenal mereka dan mereka tak kenal kita." Dalam perkara saling berkirim salam di radio, keluarga kita tak pernah masuk hitungan.
Hampir seluruh statsiun radio telah saya jelajahi namun tetap saja saya akan kembali pada program yang itu itu lagi, wayang golek. Bagi saya lebih dari hiburan, wayang juga menyimpan nilai nilai moral yang tersembunyi pada tiap tokoh dan kisah kisahnya. Menurut saya wayang mengajari kita tentang psikologi karena didalalamnya terdapat kajian tentang bermacam macam karakter manusia, yang setelah saya menyimaknya saya dapat membedakan mana karakter yang patut ditiru dan tidak. Misalnya begini, kalau seseorang ingin belajar tentang pribadi manusia yang apa adanya, kenali lah Bima. Bima sang perkasa dan pemberani tidak akan menelan ludahnya sendiri bila telah berjanji. Bagi bima, Perkara Yang benar itu benar dan yang salah itu, tak ada area abu abu dalam pemahamannya.Walau tak pernah bicara dalam bahasa jawa inggil (sopan) dan tak pernah duduk ketika mengobrol dengan orang lain namun ia menganggap derajat semua manusia sama tanpa terkecuali. tampangnya memang sangar, tapi Bima suka memberi pertolongan pada siapapun yang sedang ditimpa musibah. Ia tipe manusia tanpa pamrih.
Namun bila ingin belajar pribadi penjilat, kenali lah Dorna. Dorna atau Bambang Kumbayana suka memakai jubah Pandhita (manusia suci) namun sebenarnya ia seorang tukang tipu. Dibalik jubahnya, ia tega memanfaaatkan kemalangan setiap orang yang minta pertolongan padanya. Pada penguasa ia sibuk cari muka, pada orang lemah ia menginjak dan menyingkirkan. Dorna berbuat bukan untuk mengabdi namun hanya untuk mengeruk keuntungan. Zaman Sekarang, banyak nian orang orang menyebalkan macam ini bukan ? Bicara soal emansipasi wanita, kita tak bisa melupakan Srikandi, si cantik jelita yang lincah dan enerjik. Ia bahu membahu bersama suaminya Arjuna bertempur di Baratayudha. Namun bila ingin bicara soal istri rumahan yang penurut tengoklah Subadra, bukan hanya cantik jelita seperti Srikandi, iapun lembut, gemulai, anggun dan santun.
Kemudian Wayang juga memberikan kajian filsafat yang sederhana namun dalam maknanya, misalnya dalam karakter gatot kaca, ksatria sakti mandraguna dari Prigandani putra Bima dan Arimbi. Ototnya kawat tulangnya besi, tak satupun senjata dapat membunuhnya karena ia bertahun tahun menempa kemampuan olah kanuragan dikawah Candradimuka. Kecuali pada suatu ketika Dorna menikamya dengan Kuntawijayadanu, sebilah keris yang digunakan untuk memoton tali pusarnya sewaktu ia lahir. Artinya, sehebat hebat manusia pasti punya kelemahan. Lain pula Kresna pria berkulit hitam, berdarah hitam dan berdaging hitam. Walau demikian ia ramah, mudah bergaul, supel, banyak kawan, dan suka bercanda. Baik tua atau muda, miskin atau kaya, raja atau rakyat biasa datang pada Kresna untuk meminta nasehat. Artinya jangan menilai seseorang hanya dari penampilannya saja.
Ada banyak hal soal pewayangan yang tak bisa disampaikan dalam tulisan ini karena akan sangat memakan waktu. Namun selanjutnya saya ingin memperkenalkan tokoh idola saya yang amat istimewa dan luar biasa. Tahukan kawan siapa dia ? apakah dia seorang ksatria sakti madraguna dari Pringgandani ? seorang raja adikuasa dari Dwarawati ? atau seorang resi suci dari Amartha ? bukan. Sama sekali bukan mereka, karena idola saya adalah Lurah Semar Badranaya dari dukuh Tumaritis.
Ya semar. Ia sangat saya kagumi karena pada fisik atau sifatnya sarat dengan simbol simbol filosofis. Secara fisik Perutnya bulat menggambarkan jagat raya, bibirnya tersenyum tapi matanya sembab menggambarkan suka dan duka, wajahnya tua tapi gaya rambutnya kuncir seperti anak kecil menggambarkan tua dan muda. Ia laki laki tapi punya payudara menggambarkan pria wanita, ia penjelmaan para dewa namun hidup sebagai manusia biasa, menggambarkan penguasa dan rakyat. Secara sifat ia selalu muncul dalam kisah apapun pada tiap pertunjukan sebagai pemberi nasehat yang bijak sana bagi para ksatria. Dalam kisah ramayana, ia menjadi penasehat bagi Rama dan Sugriwa, dalam kisah Mahabarata ia menjadi penasehat bagi pandawa. hal itu memiliki arti kalau pengusa dan rakyat bersatu kehidupan adil sejahtera akan segera terwujud.
Suatu ketika gatot kaca baru keluar dari kawan candradimuka dan siap untuk menjadi pembesar di Pringgandani, Semar menasehatinya dengan sangat bijaksana. Kata Semar pada Gatotkaca pemimpin itu harus memiliki tiga watak dibawah ini,
Nembus bumi, artinya ia harus bisa mendalami apa yang diinginkan rakyatnya kemudian sebagai pemimpin ia berjuang sekuat tenaga untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Napak sancang (berjalan diatas air), artinya seorang pemimpin harus bisa tampil dihadapan semua golongan tanpa membedakan agama, warna kulit dan asal usul mereka
Bisa Ngapung (bisa terbang), artinya ia harus memiliki visi dan misi. Ia harus tahu benar akan menjadi apa negara yang ia pimpin dimasa depan.
Terakhir semar cintai perdamaian, baginya buat apa berperang kalau dialog masih bisa dilakukan. Dalam pemahamannya berdamai dengan seteru atau musuh bukan berarti merendahkan diri apalagi menjilat namun segalanya dilakukan sengan cara cara yang bermartabat. Semar cinta perdamian tapi tak mau ditindas, semar menghormati lawan lawannya namun bukan berarti ia mere untuk dijajah, karena suatu ketika iapun bisa marah dan karena kemarahannya langit dan bumi akan berguncang.
Lurah semar badranaya adalah tokoh fiktif namun nilai nilai filosofis yang terdapat dalam dirinya adalah yang nyata. Begitu juga tokoh tokoh wayang lain, watak mereka telah memperkaya wacana berfikir saya saat ini. Dari kecil Sampai sekarang saya masih suka sekali medengar wayang golek. Bedanya kalau dulu acara wayang golek dengan sangat mudah saya temukan diradio, sekarang saya harus mendownloadnya dari internet. Acara wayang golek makin jarang diputar. Alasannya kemajuan teknologi mewarnai media media kita informasi yang lebih beragam. Kita kebanjiran idola idola baru, seperti power ranger, captain america, superman, batman, dan lain lain. Ketibang tokoh tokoh wayang Anak anak lebih gandrung pada pahlawan pahlawan super ini. Tidak ada yang salah atas hal itu karena begitulah fitrahnya hukum informasi. Yang kuat akan mendominasi yang lemah akan tergusur. Karena Rating adalah raja, pengusaha radio bersiaran bukan karena idelaisme tapi sebatas untuk mengeruk materi. Saya tidak tahu apakah nasib wayang golek akan seperti nasib saya dulu ketika kegirangan karena merasa dikirimi salam dari Malaysia, “menjadi tidak diperhitungkan”. Entahlah. Yang penting, walau makin tidak populer, kegandrungan saya pada wayang golek tidak pernah sirna.

Komentar

Postingan Populer