Hari Minggu: Antara Buku, Jalan Jalan dan Tan Malaka

Hari minggu. Acara TV itu itu saja. seputar masak, iklan properti, travel. saya bosan lihatnya. nanti sore mau jalan ke Gramedia. beli buku lagi? kalau jadi artinya saya beli buku tiga kali minggu ini. kebetulan lagi dikon 80%. ini hari terakhir. kalau tidak jadi beli buku, saya mau nonton DVD saja.

Lagi pula ada beberapa buku yang belum dibaca di rumah. Saya harus membiasakan banyak baca. karena katanya a good writer habit adalah membaca. Ini mesang satu paket. Tulisan akan jadi bagus kalau didukung banyak bahan. sedang bahan yang banyak didapat dari baca.

Sekarang saya masih baca buku Tan Malaka-Biografi Singkat yang ditulis Taufik Adi Susilo. Belakangan baru saya tahu sosok Tan Malaka lebih jauh. Menurut saya Tan adalah pejuang yang kesepian persis Soe Hok Gie. Tapi dia punya catatan perjalanan yang jauh lebih panjang dibanding Gie. Saya kagum dengan rute pelariannya. Waktu di kejar intel Belanda karena dianggap mengganggu pemerintahan kolonial dan di kejar intel komintern (komunis internasional) karena dianggap membelot dari cita cita komunis dunia, dia berlari hingga ke Amsterdam, Moscow, Shanghai, Singapura, Filipina, Thailand, Malaysia dan beberapa tempat lain. Inilah perjalanan yang jauh lebih daramatis dan heroik bila di banding dengan perjalana Che Guevara mengelilingi Amerika Latin. Lebih dari dua puluh tahun lamanya ia dalam pelarian. Setengah hidup Tan dihabiskan untuk 'bergrilya'

Saya pikir Tan tak terlalu memedulikan di organisasi mana ia berada. Karena dalam konsep Tan Malaka hal paling esensial adalah Indonesia merdeka 100%. 'kendaraanya' bisa apa saja, bisa Islam atau Komunis. Baginya perjuangan itu harus paripurna. Diplomasi dan dialog dengan penjajah hanya dapat dilakukan setelah mereka semua keluar dari Indonesia.

Untuk mewujudkannya Tan menyerukan persatuan antara orang orang komunis (ISDV, PKI) dengan Pan Islamisme (Syarikat Islam) pata tahun 20an. Tan sadar tenaga pribumi akan habis terkuras untuk mendebatkan Islam-komunis sedang penjajahan tak kunjung usai pula.

selain kesepian seperti ditulis di bagian awal, Tan juga adalah pejuang yang independen. Ide ide dan pemikirannya terlampau kokoh tuk dikopromikan dengan penjajah. tak ada istilah politik dagang sapi dalam kamus Tan. Disinilah letak perbedaan sikap antara Tan Malaka dengan Siekarno, Hatta dan Sjahrir. sikap yang akhirnya membuat ia dianggap menghambat jalannya perjalana revolusi Indonesia. pemberontakannya membuahkan kematian, justru di tangan 'saudara sendiri.' Ia ditembak mati dalam pelarian pelariannya karena dianggap pemberontak.

saya catat beberapa bagian dari buku Tan Malaka yang saya anggap bagus

Hal 122 Alenia 2
"Tan Malaka pada tahun 1919 memang menyatakan dirinya sebagai Marxis dan pernah menjadi Ketua PKI dan KOmintern untuk kawasan Asia Tenggara. Namun dalam perkembangan selanjutnya dia justru menjadi musuh utama PKI dan keluar dari Komintern serta justru mendekati Pan Islamisme. Bagi PKI, Tan adalah seorang Trotsky."

Hal 128 Alenia 1
"Revolusi, kata Tan Malaka tak dirancang berdasarkan logistikbelaka apalagi dengan bantuan dari luar negeri seperti Rusia. Tapi pada kekuatan massa."

Hal 137 Alenia 3 (Soal Pertentangannya dengan PKI)
Sejak berabad abad rakyat dijajah, untuk pertama kalinya tahun 1926 itu muncul pemberontakan secara modern, serentak di beberapa daerah. Namun Tan Tak menggap itu sebagai hal yang benar. Peristiwa itu membuat Tan Malaka semakin berjarak dengan gerakan Komunis. Dia malah dianggap PKI sebagai pengkhianat dan pemecah belah. Tan malaka memang pada akhirnya bukanlah seorang Komunis."

Hal 139 Alenia 4
Diantara sekian banyak tokoh PKI, Tan Malaka yang paling moderat. dia tidak menerima begitu saja doktrin komunis. Praltik komunisme harus disesuaikan dengan keadaan di Indonesa, jangan dibiasakan menjipkak begitu saja pengaruh dari luar. Tan Malaka misalnya tidak setjtu dengan Faham Ateis, doktrin 'agama adalah candu' tidak masuk akal baginya.

kalau ada kutipan bagus, nanti saya tambah lagi




Komentar

Postingan Populer